Berfungsi sebagai Seat Belt, Ini Paparan Epidemiolog Mengapa Masih Bisa Terpapar Covid-19 Meski Sudah Vaksin

19 April 2021, 08:35 WIB
Ilustrasi vaksin. /Foto : Antara/Irwansyah Putra/

 

SEPUTAR LAMPUNG - Di tengah intensnya pelaksanaan vaksin Covid-19, beberapa kali tersiar kabar bahwa mereka yang sudah vaksin ternyata masih bisa terpapar virus corona.

Hal ini bisa membuat masyarakat bertanya-tanya dan khawatir, apakah vaksinasi tidak menjamin pelakunya jadi kebal virus corona.

Atas pertanyaan ini, perlu dipahami bahwa vaksinasi bukan akhir dari perjalanan virus. 

Vaksinasi hanyalah bagian dari ikhtiar untuk melindungi tubuh dari efek virus yang lebih berbahaya.

Sehingga, kasus positif Covid-19 masih mungkin terjadi setelah seseorang mendapatkan vaksinasi. Terkait dengan kemungkinan ini, pakai epidemiologi dari Unpad memberikan analogi sederhana yang cukup unik.

Baca Juga: 3 Ledakan Hebat yang Tercatat Sejarah pada Tanggal 19 April, Salah Satunya Terjadi di Masjid Istiqlal Jakarta

"Analoginya, vaksinasi itu seperti orang pakai seat belt di mobil. Penggunaannya tidak mencegah kecelakaan, tapi kalau pun kecelakaan efeknya tidak akan seberat ketika tidak mengenakan seat belt," tutur pakar epidemiologi klinis dari Departemen Ilmu Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Dr Bony Wiem Lestari, sebagaimana dikutip dari Pikiran Rakyat pada Senin, 19 April 2021.

Menurut Bony, seluruh uji coba vaksin yang dilakukan saat ini, tidak ada satu pun yang fungsinya untuk mencegah transmisi.

 

Karena itu, ketika seseorang sudah mendapatkan vaksinasi Covid-19 bahkan sebanyak dua kali, perilaku 3M dan setiap protokol kesehatan harus tetap dijaga.

Apalagi, sistem kekebalan kelompok (herd immunity) di Indonesia saat ini belum terbentuk. Untuk mendapatkan herd immunity, vaksinasi masyarakat harus sudah mencapai lebih dari 80 persen. Saat ini, angka vaksinasi bahkan belum mencapai 10 persen.

Baca Juga: Diduga 'Nyambi' sebagai Tukang Gigi Saat Hari Libur, 4 TKI Indonesia di Hong Kong Terancam Denda Ratusan Juta

Setelah seseorang mendapatkan vaksin, ada proses untuk membangun antibodi di dalam tubuh. Waktunya bervariasi pada setiap orang. Akan tetapi, waktu rata-rata mencapai 21 hari. Itu sebabnya, vaksin booster atau vaksin lanjutan baru diberikan dalam kurun waktu tersebut.

 

"Semua uji coba vaksin tujuannya dua, yakni untuk mengurangi angka kematian, dan untuk mengurangi angka hospitalisasi atau kasus Covid-19 yang berat. Dan, sampai saat ini juga belum ada penelitian kuat yang menyebutkan tentang berapa lama waktu proteksi vaksin Covid-19," tuturnya.

Dari sudut pandang epidemiologi, Bony juga menyayangkan banyak pelonggaran yang terjadi di kalangan masyarakat. Menurut Bony, saat ini justru masyarakat diimbau harus lebih meningkatkan kehati-hatian, mengingat semakin banyak muncul varian virus Covid-19 jenis baru. Seperti diketahui, munculnya varian-varian baru tersebut menyebabkan penururan efektivitas pada vaksin yang ada sekarang.

Artikel ini sebelumnya telah tayang di Pikiran Rakyat dengan judul "Kenapa Masih Terpapar Covid-19 Meski Sudah Vaksinasi? Pakar Unpad Punya Jawabannya". 

"Justru kita harus lebih hati-hati, karena kita tidak tahu seberapa banyak beban kita untuk new variant ini. Bisa jadi new variant ini sudah menyebar secara diam-diam, kita juga tidak tahu seberapa kuat penetrasinya, sedangkan vaksinasi kita masih slow. Tidak menutup kemungkinan akan menyebabkan gelombang berikutnya," kata Bony.

 

Untuk itu, ia mendukung peraturan pemerintah mengenai pelarangan mudik, karena dianggap sangat berbahaya terhadap penularan virus. Sedangkan mengenai pembelajaran tatap muka, masih harus melihat situasi dan kondisi sebelum dilakukan.

"Yang pasti jangan sampai gegabah. Untuk vaksinasi lansia saja belum rampung seluruhnya, guru-guru juga belum semuanya selesai divaksin," ujarnya.***(Endah Asih/Pikiran Rakyat)

Editor: Ririn Handayani

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler