SEPUTARLAMPUNG.COM - Subardan, mantan Kepala Pekon Pewodadi, Kecamatan Adiluwih, Pringsewu, Lampung didakwa pasal berlapis.
Seperti diketahui, Subardan merupakan tersangka kasus korupsi Dana Desa/Pekon Pewodadi.
"Mendakwa terdakwa dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 18 ayat (1) UU No.31 Tahun 1999 sebagaimana telah dirubah dengan UU No.20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KHUPidana," kata Martin Josen Saputera, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri (Kejari) Pringsewu seperti dikutip dari Antara Lampung pada Kamis, 21 Juli 2022.
Dalam dakwaannya, Josen menjelaskan bahwa Subardan merupakan mantan Kepala Pekon (Kakon) tersebut yang melakukan korupsi dana desa pada 2019.
Dimana saat itu dana desa/pekon di Pewodadi adalah sebesar Rp1.667.885.606.
Nilai tersebut terdiri atas bidang penyelenggaraan pemerintahan desa, pembangunan pekon, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.
Dimana dana tersebut justru dikelola oleh Subardan bukan Bendahara.
"Seluruh kegiatan yang didukung dengan dana APBDes secara administrasi dalam surat pertanggungjawaban (SPJ) yang membuat adalah saksi Triyugo selaku Kaur Keuangan dibantu perangkat Pekon lainnya karena yang memegang dan mengelola keuangan terdakwa bukan Bendahara," jelas Josen.
Josen menambahkan terdakwa menggunakan dana desa tersebut tidak didukung dengan bukti yang sah karena SPJ tidak sesuai dengan anggaran yang sebenarnya dan sarat dengan manipulasi.
"Terdakwa memperoleh keuntungan pribadi yaitu dengan melakukan pembelanjaan fiktif, membuat nota fiktif, markup harga barang dan mengurangi jumlah barang," kata dia lagi.
Berdasarkan laporan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara terhadap Dana desa/Pekon Purwodadi dari Insepktorat Kabupaten Pringsewu, didapati kerugian keuangan negara sebesar Rp200.993.282.
Dimana menurut Josen, dana sebesar Rp200 juta tersebut dinikmati sendiri oleh Subardan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
"Yang menikmati terdakwa semua, dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari karena terdakwa merasa tidak cukup dari penghasilan yang diterima per bulannya sebagai Kakon Purwodadi," tandas Josen.***