Tak Tepati Janji pada Palestina, Hidayat Nur Wahid Minta Jokowi Batalkan Calling Visa untuk Israel

28 November 2020, 16:05 WIB
Bendera Israel. //Pixabay/PublicDomainPictures /

SEPUTAR LAMPUNG - Israel yang tengah gencar melakukan normalisasi hubungan dengan sejumlah negara kini tengah menjadi perhatian dunia. Termasuk Indonesia. 

Normalisasi hubungan politik tidak dilakukan Israel pada Indonesia karena kedua negara tidak ada hubungan diplomatik.

Namun, Indonesia mengaktifkan calling visa untuk Israel. Dan ini menimbulkan pro kontra dari banyak pihak. Salah satunya muncul dari Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid.

Hidayat Nur Wahid menyayangkan sikap Presiden Joko Widodo yang membiarkan pengaktifan calling visa untuk Israel tersebut.

 

Calling visa adalah layanan visa yang dikhususkan untuk warga dari negara-negara yang kondisi atau keadaan negaranya dinilai memiliki tingkat kerawanan tertentu.

Baca Juga: Peraturan Baru! Gaji PNS Tahun Depan Tidak Lagi Ditentukan Pangkat dan Golongan, Tapi Ini...

Pengaktifan calling visa tersebut ditengarai sebagai bagian dari soft diplomasi untuk normalisasi hubungan politik dengan Israel. Padahal, Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel.

Apalagi sebelum ini, Presiden Joko Widodo telah menyatakan secara terbuka seruan boikot terhadap Israel, sebagai bentuk dukungan atas perjuangan Palestina.

Hal itu disampaikan Hidayat Nur Wahid melalui siaran pers di Jakarta, Kamis, 26 November 2020 dan diberitakan sebelumnya oleh Pikiran-rakyat.com dalam artikel "Hidayat Nur Wahid Sayangkan Sikap Jokowi yang Biarkan Pengaktifan Calling Visa untuk Israel".

“Pada 2016, Presiden Jokowi secara heroik menyerukan dan mengajak negara-negara muslim di KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) organisasi kerja sama Islam untuk memboikot Israel,” tuturnya, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari situs resmi MPR.

Baca Juga: Kasus Covid-19 di Lampung Terus Bertambah, Pemerintah Beri Jatah Hampir 5 Juta Dosis Vaksin

“Seharusnya seruan ini sungguh-sungguh diperjuangkan oleh Pemerintah RI, bukan malah mengaktifkan calling visa untuk Israel,” kata Hidayat Nur Wahid menambahkan.

Dia khawatir dengan pengaktifan kembali calling visa untuk Israel, dapat berlanjut kepada normalisasi hubungan dan pembukaan hubungan diplomatik kedua negara. Karena sejak era Presiden Soekarno, normalisasi hubungan tersebut sudah ditolak.

“Bung Karno pernah menegaskan bahwa selama Israel masih menjajah Palestina, maka selama itu juga Indonesia tidak membuka hubungan dengan Israel,” tutur Hidayat Nur Wahid.

Oleh Karena itu, Presiden Joko Widodo perlu segera memerintahkan Dirjen Imigrasi, untuk membatalkan proyek calling visa untuk Israel.

Hidayat Nur Wahid menuturkan bahwa normalisasi hubungan dengan Israel tidak akan berhasil menciptakan Palestina merdeka, dan itu terbukti bila merujuk kepada pengalaman dari negara-negara yang sudah membuka hubungan dengan Israel.

Baca Juga: Jangan Sampai Merasa Di-PHP, Ini Penjelasan Mendikbud Soal Pengangkatan 1 Juta Guru Honorer Jadi P3K

“Belakangan, sesudah normalisasi dengan sejumlah negara, PM Israel Netanyahu bukan menyatakan pengakuan terhadap Palestina sebagai negara merdeka dengan Ibukota Yerusalem Timur, tapi malah menegaskan klaim bahwa Israel adalah Negara bagi bangsa Yahudi saja,” tuturnya.

“Dan Yerusalem seutuhnya adalah ibu kota Israel, karenanya wajar kalau Palestina adalah pihak pertama yang selalu menolak normalisasi hubungan dengan Israel,” kata Hidayat Nur Wahid menambahkan.

Dia berharap Presiden Jokowi mengarahkan Indonesia untuk bergabung dalam gerakan internasional Boycott Divestment and Sanctions (BDS) bagi produk Israel dari kependudukan Ilegal.

Selain itu, perlu juga membina hubungan dengan sejumlah negara yang pro terhadap hak asasi manusia (HAM), seperti Irlanida yang sedang menyiapkan Rancangan Undang-Undang Biokot Produk Israel.

“Saatnya Indonesia juga ikut menegakan hukum internasional agar ditegakkan terhadap Israel. Sekaligus membela kemerdekaan Palestina dan HAM rakyat Palestina yang selalu dilanggar oleh Israel,” tutur Hidayat Nur Wahid.***(Eka Alisa Putri/Pikiran Rakyat)

Editor: Ririn Handayani

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler