“Sesunguhnya Allah miskin dan kami kaya.” (QS. Ali ‘Imran[3]: 181)
Mereka turunkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dari derajat termulia sehingga bagi mereka Allah Subhanahu wa Ta’ala itu setara dengan makhluk. Ini juga menyekutukan. Karena akhirnya kita samakan makhluk dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan orang-orang Yahudi juga berkeyakinan bahwa sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan langit dan bumi dalam tujuh hari. Lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala lelah dan letih. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala istirahat di hari ketujuh.
Di dalam aqidahnya, umat Yahudi juga menyamakan dan menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan makhluk ketika mereka menurunkan derajat Allah Subhanahu wa Ta’ala hingga sama dengan makhluk. Padahal yang lelah itu hanya makhluk. Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak pantas untuk lelah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman;
لَا تَأْخُذُهُۥ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ ۚ
“Dia tidak mengantuk dan tidak tidur.” (QS. Al-Baqarah[2]: 255)
يسأله من في السماوات والأرض كل يوم هو في شأن
“Selalu meminta kepada-Nya seluruh yang ada di langit dan di bumi. Setiap hari Allah sibuk dengan urusan-Nya.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak pernah mengenal lelah.
Dan di antara dua kesyirikan ini, walaupun keduanya adalah syirik, namun menurunkan derajat Allah Subhanahu wa Ta’ala hingga sama dengan makhluk-Nya itu lebih berbahaya dari pada mengangkat seorang makhluk sampai sederajat dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Walaupun keduanya adalah kesyirikan yang akan menghalangi langkah seseorang untuk masuk ke surga, namun syirik itu berjenjang. Ada yang parah dan lebih parah.