Jangan Mencoba Jadi Pelakor, Ini Hukum Menurut Islam, Termasuk Dalam Golongan Berikut

- 1 Maret 2021, 21:35 WIB
Ilustrasi Menikah
Ilustrasi Menikah /Boldsky

Baca Juga: 'Dakwahkan' Kewajiban Istri di Masa Iddah, Istri Almarhum Syeh Ali Jaber Tak Keluar Rumah karena Alasan Ini

Sementara pada hadits riwayat Imam At-Tirmidzi, Rasulullah SAW dengan lugas melarang perempuan untuk menuntut seorang laki-laki menceraikan istrinya dengan maksud menguasai apa yang menjadi hak istrinya selama ini. Berikut ini kami kutip hadits riwayat Imam At-Tirmidzi:

عن أبي هريرة يَبْلُغُ بِهِ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم قال لَا تَسْأَلِ المَرْأَةُ طَلَاقَ أُخْتِهَا لِتَكْفِئَ مَا فِي إِنَائِهَا


Artinya, “Dari Abu Hurairah yang sampai kepada Rasulullah SAW, ia bersabda, ‘Janganlah seorang perempuan meminta perceraian saudaranya untuk membalik (agar tumpah isi) nampannya,’” (HR Tirmidzi).

Ulama berbeda pendapat perihal siapa perempuan yang dimaksud. Sebagian ulama memahami bahwa perempuan itu adalah pihak ketiga yang ingin merebut suami orang lain.

Baca Juga: Membangggakan! Indonesia Kembangkan Ina-TEWS yang Bisa Deteksi Tsunami dalam Waktu 5 Menit Setelah Gempa

Pandangan ini dikemukakan oleh Imam An-Nawawi. Sementara ulama lain memaknai perempuan dalam hadits ini sebagai salah seorang istri dari pria yang melakukan poligami. Pandangan ini dikemukakan oleh Ibnu Abdil Bar. Perbedaan pandangan ini diangkat oleh Al-Mubarakfuri dalam Syarah Jami’ At-Tirmidzi berikut ini:

قال النووي معنى هذا الحديث نهي المرأة الأجنبية أن تسأل رجلا طلاق زوجته ليطلقها ويتزوج بها انتهى وحمل بن عبد البر الأخت هنا على الضرة فقال فيه من الفقه إنه لا ينبغي أن تسأل المرأة زوجها أن يطلق ضرتها لتنفرد به انتهى قال الحافظ وهذا يمكن في الرواية التي وقعت بلفظ لا تسأل المرأة طلاق أختها وأما الرواية التي فيها لفظ الشرط (يعني بلفظ لَا يَصْلُحُ لِامْرَأَةٍ أَنْ تَشْتَرِطَ طَلَاقَ أُخْتِهَا لِتَكْفِىءَ إِنَاءَهَا) فظاهر أنها في الأجنبية ويؤيده قوله فيها ولتنكح أي ولتتزوج الزوج المذكور من غير أن تشترط أن يطلق التي قبلها انتهى

Artinya, “Imam An-Nawawi berkata bahwa makna hadits ini adalah larangan bagi seorang perempuan (pihak ketiga) untuk meminta seorang lelaki menceraikan istrinya agar lelaki itu menalak istrinya dan menikahi perempuan pihak ketiga ini. Ibnu Abdil Bar memaknai kata ‘saudaranya’ sebagai istri madu suaminya. Menurutnya, ini bagian dari fiqih di mana seorang perempuan tidak boleh meminta suaminya untuk menceraikan istri selain dirinya agar hanya ia seorang diri yang menjadi istri suaminya. Kata Al-Hafiz, makna ini mungkin lahir dari riwayat dengan redaksi, ‘Janganlah seorang perempuan meminta perceraian saudaranya.’ Sedangkan riwayat yang memakai redaksi syarat, yaitu dengan ungkapan ‘Seorang perempuan tidak sepatutnya mensyaratkan perceraian saudaranya untuk membalik tumpah isi nampannya,’ jelas bahwa perempuan di sini adalah perempuan yang menjadi pihak ketiga. Pengertian ini diperkuat dengan redaksi, ‘agar ia (pihak ketiga) dapat menikah’, yaitu menikah dengan dengan suami saudaranya itu tanpa mensyaratkan lelaki tersebut menceraikan istri-istri sebelum dirinya,” (Lihat M Abdurrahman Al-Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwadzi bi Syarhi Jami’it Tirmidzi, [Beirut: Darul Fikr, tanpa catatan tahun], juz IV, halaman 369).

Baca Juga: 7 Tips Mudah Agar Anak Hafal Surat Pendek dan Doa Sehari-Hari, Bapak-Ibu Wajib Tahu!

Demikian penjelasan mengenai hukum pelakor atau perusak rumah tangga atau biasa disebut pihak ketiga menurut pandangan Islam, bahwasannya agama jelas mengharamkan upaya perempuan atau pihak ketiga yang dengan sengaja merebut suami orang lain baik ingin menguasai harta atau mencuri hatinya dan merebutnya dari isteri sahnya untuk dinikahi.

Halaman:

Editor: Ririn Handayani

Sumber: ISLAM NU


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah