Pada masa itu, setiap golongan memiliki keris yang menjadi simbol golongan mereka. Golongan Atas memiliki keris pusaka yang bernama Keris Sabuk Inten (nama yang berarti “ikat pinggang permata/intan”) dan golongan bawah memiliki keris pusaka bernama Keris Sengkelat.
Nama “sengkelat” diyakin berasal kari kata-kata Jawa “sengkal atine” yang berarti “hati yang berat/lelah/kecewa”, dikaitkan dengan kondisi hati masyarakat kelas bawah yang penuh kekecewaan atas kondisi kehidupan mereka yang berat.
Keris Sabuk Inten merasa terancam dengan kehadiran Keris Kyai Condong Campur, maka Kersi Sabuk Inten menantang Keris Kyai Condong Campur untuk bertarung.
Setelah melalui pertarungan yang sengit, Keris Sabuk Inten kalah dalam pertarungan tersebut. Mengetahui karakter jahat Keris Kyai Condong Campur, Keris Sengkelat akhirnya bertarung melawan Kyai Condong Campur meskipun sebenarnya ia segan bertarung.
Di luar dugaan, Keris Sengkelat berhasil mengalahkan Kyai Condong Campur yang terkenal sakti.
Baca Juga: Timnas U19 Indonesia Menang Telak 4-1 atas Makedonia Utara, Jack Brown Sumbang Dua Gol
Keris Kyai Condong Campur amat murka kareka kekalahannya. Dalam kemarahannya Keris Kyai Condong Campur bersumpah bahwa ia akan kembali setiap 500 tahun untuk membawa ontran-ontran (bahasa Jawa, yang berarti “kekacauan/bencana”) ke tanah Majapahit.
Setelah mengucapkan sumpahnya, Keris Kyai Condong Campur melesat ke angkasa, meninggalkan jejak cahaya terang.
Inilah yang dikenal orang Jawa/Majapahit sebagai Lintang Kemukus, bintang berekor.
Mungkin inilah sebabnya masyarakat Jawa hingga saat ini masih percaya bahwa penampakan komet di langit adalah pertanda akan adanya bencana.