WASPADA, Ini 5 Modus Penipuan Online yang Sering Digunakan di Indonesia: Hati-hati Saat Gunakan WiFi Gratisan

- 22 Agustus 2021, 19:30 WIB
Ilustrasi penipuan online. Kenali 5 modus yang paling sering digunakan di Indonesia berikut ini.
Ilustrasi penipuan online. Kenali 5 modus yang paling sering digunakan di Indonesia berikut ini. /Pixabay/TheDigitalArtist

 

SEPUTARLAMPUNG.COM - Kejahatan online kini semakin marak dan kian meresahkan.

Semakin banyak yang menjadi korban dengan jumlah kerugian yang tidak sedikit. Karena modus kejahatan ini semakin canggih, masyarakat diminta waspada.

Kenali bagaimana modusnya dan potensi kerugian yang akan dialami jika terjebak dalam kejahatan mereka.

Melalui siaran persnya belum lama ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) mengemukakan lima modus penipuan online yang sering digunakan di Indonesia saat ini.

Baca Juga: Apa itu Kejahatan SIM Swap? Kenali Bahaya, Cara Pencegahan dan Pengaduannya Berikut Ini

Kelima modus penipuan online itu sering kita temui dalam aktivitas atau transaksi online sehari-hari. Karena masyarakat diminta waspada, serta membiasakan diri melindungi data pribadinya.

"Kominfo meminta masyarakat untuk mewaspadai ragam modus penipuan online yang biasanya terjadi di ruang digital, seperti phising, pharming, sniffing, money mule, dan social engineering," kara Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, Semuel A. Pangerapan, dalam siaran pers, sebagaimana dikutip dari ANTARA pada Minggu, 22 Agustus 2021.

Berikut penjelasan dari kelima modus kejahatan tersebut:

Baca Juga: Sedang Mengalami Masalah? Baca Dua Surah Ini, Kata Ustadz Adi Hidayat Surah yang Dahsyat Hilangkan Kesulitan

Phishing

Melalui modus phising, biasanya pelaku akan mengaku dari lembaga resmi melalui sambungan telepon, email atau pesan teks.

Mereka memanipulasi korban supaya mau memberikan data pribadi, yang akan digunakan untuk mengakses akun penting milik korban. Phishing bisa mengakibatkan berbagai kerugian, antara lain pencurian identitas pribadi.

Semuel meminta masyarakat teliti membaca teks maupun email, untuk melihat apakah pengirim berasal dari institusi yang asli.

Phraming ponsel

Phraming ponsel adalah mengarahkan korban ke situs web palsu. Jika korban mengklik entri domain name system (DNS), akan tersimpan dalam bentuk cache.

Pelaku sudah memasang malware di situs palsu tersebut, dengan begitu pelaku akan mengakses perangkat korban secara ilegal.

"Kasus seperti ini banyak terjadi, misalnya, ada yang (akun) WhatsApp-nya disadap/diambilalih karena ponsel sudah dipasangkan malware oleh pelaku sehingga data-data pribadinya dicuri," kata Semuel.

Baca Juga: Dokter Zaidul Akbar Ungkap Pemanis yang Aman untuk Penderita Diabetes, di Antaranya ada Madu dan Gula Jawa

Sniffing

Melalui modus ini, pelaku meretas untuk mengumpulkan informasi yang ada di perangkat korban dan mengakses aplikasi yang menyimpan data penting.

Menurut Semuel, sniffing bisa terjadi ketika menggunakan WiFi publik, apalagi jika digunakan untuk bertransaksi.

Money mule

Dalam hal ini, pelaku meminta korban menerima sejumlah uang di rekeningnya, lalu, dikirim ke orang lain. Di luar negeri, pelaku akan melakukan kliring cek, yang jika diperiksa adalah palsu.

Praktik yang digunakan di Indonesia, pelaku akan meminta korban untuk membayarkan pajak sebelum hadiah dikirim.

Karena itu masyarakat perlu berhati-hati karena money mule ini digunakan untuk money laundry atau pencucian uang. Kamu akan saya kirim uang, tapi harus transfer balik ke rekening ini.

Baca Juga: 5 Bumbu Dapur yang Ampuh Usir Tikus di Rumah, Salah Satunya Cuma Pakai Cabai Rawit, Simak Selengkapnya di Sini

Social engineering

Social engineering atau rekayasa sosial. Pelaku memanipulasi psikologis korban untuk mendapatkan informasi yang penting, misalnya meminta one-time password atau OTP.

Melalui modus ini, masyarakat seringkali tidak sadar membagikan data-data yang seharusnya perlu dijaga.

Untuk mencegah penipuan di dunia maya, perlu ada peningkatan budaya melindungi data pribadi baik secara individu maupun di tingkat organisasi.

Orang yang sering menggunakan ruang digital juga perlu memahami dan menerapkan budaya privasi data, seperti membuat kata sandi yang sulit ditebak, rutin mengganti kata sandi dan memperbarui perangkat lunak.***

Editor: Ririn Handayani

Sumber: Kominfo ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah