Setelah berhasil memukul mundur para prajurit Cakrabirawa dari Gedung RRI, Sarwo Edhie kemudian bergerak kembali untuk merebut Pangkalan Udara Halim yang saat itu menjadi markas para prajurit G30S PKI dan dicurigai sebagai tempat penculikan Presiden Soekarno.
Singkat cerita, pasukan Sarwo Edhie dan pasukan Soeharto berhasil merebut Pangkalan Udara Halim dan memukul mundur para prajurit G30S PKI dari sana pada pukul 06.00 WIB.
Usai berhasil mengamankan Jakarta dan melumpuhkan para prajurit G30S PKI, Sarwo Edhie kemudian bersama-sama dengan Soeharto menghadap Presiden Soekarno.
Usai dari menghadap Soekarno, yang menurut catatan sejarah, keduanya dimarahi karena dianggap tidak mematuhi perintah sang Presiden, Sarwo Edhie dan Soeharto bergegas melacak jejak keberadaan para Jenderal.
Berdasarkan keterangan polisi Sukitman yang menjadi saksi kunci tempat penyekapan, penyiksaan, dan pembunuhan ke-7 perwira TNI pada 1 Oktober 2021, Sarwo Edhie pun kembali ditugaskan untuk memimpin penggalian jasad para Jenderal dari sumur Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Pasca pengangkatan Soeharto sebagai Panglima Angkatan Darat pada 16 Oktober 1965, Sarwo Edhie kembali ditugaskan untuk melenyapkan anggota PKI di Jawa Tengah, daerah simpatisan komunis terbesar di Indonesia.
Hal ini mengakibatkan terjadinya pembunuhan massal para anggota PKI dan Simpatisan Komunis pada Oktober-Desember 1965 di Jawa, Bali, dan beberapa bagian dari Sumatra.
Banyak spekulasi terkait data jumlah anggota PKI dan Simpatisan Komunis yang tewas pada pembantaian ini. Banyak yang memperkirakan ada sekitar 500.000 ribu hingga 1 juta jiwa.
Baca Juga: Korban Lain Kekejaman G30S PKI: Karel Sadsuitubun, Katamso Darmokusumo, dan Sugiyono Mangunwiyoto