Mengenang G30S PKI, Berikut Sejumlah Fakta yang Berhasil Diungkap CIA dari Tragedi Berdarah Tersebut

30 September 2020, 07:20 WIB
Poster Film Pengkhianatan G30SPKI. /Dok. Istimewa



SEPUTAR LAMPUNG –30 September merupakan salah satu tanggal yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia.

Di tanggal ini, warga biasanya mengibarkan bendera setengah tiang guna mengenang salah satu peristiwa berdarah dalam sejarah Indonesia.

30 September mengingatkan kita pada peristiwa Gerakan 30 September atau dalam dokumen pemerintah tertulis Gerakan 30 September/PKI yang biasa dikenal juga dengan nama G30S PKI.

Dalam peristiwa yang terjadi selewat malam pada tanggal 30 September sampai awal bulan 1 Oktober tahun 1965, tujuh perwira tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang yang lain dibunuh dan dibuang ke lubang buaya dalam waktu yang hampir bersamaan.

Kisah ini biasanya kita lihat dalam bentuk film yang sering diputar dan disaksikan bersama-sama setiap tahun pada tanggal 30 September dengan tujuan agar kita tak lupa pada salah satu sejarah besar bangsa. Terutama bagi generasi muda.

Baca Juga: Sedang Menunggu Info Penerima Bantuan Subsidi Gaji Rp600 Ribu? Ini Cara Mengecek Berikut Linknya

Uniknya, kisah G30S PKI sampai saat ini ternyata masih menjadi kisah pertempuran yang penuh misteri.

Namun ternyata ada beberapa fakta mengejutkan dari peristiwa G30S PKI ini yang berhasil diungkap oleh Badan Intelejen Luar Negeri Amerika Serikat (CIA).

Sebagaimana diberitakan oleh KabarLumajang.com sebelumnya dalam artikel berjudul "Inilah Fakta Peristiwa G30S PKI yang Berhasil Diungkap Oleh CIA" bersumber dari dari laman Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965-66, laporan dari Badan Intelejen Luar Negeri Amerika Serikat mengatakan jika ada beberapa data rahasia dari peristiwa berdarah itu.

CIA memberanikan diri untuk membuka arsip memo singkat harian untuk presiden (PDB) periode 1961-1965. Arsip-arsip tersebut diketahui berkaitan dengan upaya kudeta di Indonesia. Dari arsip tersebut memperlihatkan jika terdapat belasan ribu halaman memo harian CIA yang merujuk UU dengan status rahasia negaranya telah kedaluwarsa.

Baca Juga: Simalakama, Pajak Mobil Baru 0% Bisa Gairahkan Industri Otomotif Namun Hancurkan Pendapatan Daerah

Salah satu fakta utama dari Gerakan 30 September di Jakarta itu diungkapkan seperti teori beberapa akademisi, salah satunya John Roosa.

Dalam memo-memo itu, intelijen AS melaporkan bahwa aktor utama konflik adalah faksi militer pimpinan Soeharto serta perwira yang loyal pada PKI.

Sementara merujuk dalam salah satu paragraf memo tentang Gestok 1965, CIA menyatakan bahwa saat itu Partai Komunis bersiap bentrok dengan tentara dalam beberapa hari mendatang. Sebaliknya, faksi di militer terus mencari celah melemahkan kekuatan PKI.

Dari sini , CIA berusaha untuk memberi rekomendasi Presiden Lyndon B. Johnson agar menunggu pemenang pertarungan politik yang nantinya melapangkan jalan bagi Orde Baru itu.

Situasi Indonesia kala itu masih sangat membingungkan. Tidak ada hasil yang pasti untuk perubahan politik. Belum ada jawaban tentang adakah peran Soekarno di dalamnya. Dua pihak yang bergerak sama-sama mengklaim setia kepada presiden.

Baca Juga: Imbas Pandemi: TMII Bagai Kuburan Hidup, Para Seniman Mengandalkan Donasi untuk Bisa Bertahan

Namun sayangnya, catatan dari memo tersebut sebagian tetap disensor dengan cara kalimat tertentu distabilo putih agar tidak terlalu mudah diakses publik.

Beberapa sejarawan meyakini peristiwa 30 September 1965 adalah manuver politik terkait perang dingin.

Teori keterlibatan Amerika Serikat itu setidaknya diulas oleh sejarawan Petrik Matanasi, penulis buku, ‘Tjakrabirawa’. Sasaran penculikan dalam peristiwa tersebut adalah Jenderal yang bertugas di Staf Umum Angkatan Darat (SUAD).

Dari sini , kelompok G30S meyakini Amerika sedang berusaha mengobok-obok Indonesia. Para jenderal yang diculik sebagian besar adalah tokoh penting yang menentukan arah perkembangan Angkatan Darat.

Kolonel Untung, aktor utama G30S, menganggap jenderal-jenderal seperti Ahmad Yani tidak loyal kepada Bung Karno dan dekat dengan Amerika Serikat.

Baca Juga: Siap-siap, Ini 5 Prioritas Utama yang Akan Menerima Vaksin Terlebih Dahulu pada Awal Tahun 2021

Dalam penjelasan Petrik, sekitar pukul 02.00 dini hari pada 1 Oktober 1965, pasukan Pasopati dari Tjakrabirawa, Brigif I Jaya Sakti dan Batalyon 454/Diponegoro berkumpul di Lubang Buaya. Letnan Satu Dul Arief, memberikan arahan kepada anak buahnya.

Dul Arif juga sempat menjelaskan adanya skenario Dewan Jenderal yang didukung CIA, untuk melawan Soekarno.

Itulah kenapa jika para Jenderal itu perlu ditangkap demi bisa menyelamatkan Presiden Soekarno. Skenario ini ternyata dipahami oleh semua anggota pasukan.

Pasukan tersebut percaya dan tidak lama kemudian mereka malah diserang balik oleh komando militer di bawah pimpinan Soeharto, sebagai pemimpin Kostrad.

Hingga drama penculikan jenderal berakhir, Soeharto secara de facto menguasai pemerintahan.

Tragedi 1965 berakhir menyedihkan karena setidaknya satu juta warga sipil di berbagai provinsi yang dituding anggota atau bersimpati pada PKI, dianggap mendukung G30S dan dibantai dalam periode 18 bulan saja.

Kini, negera telah menjunjung tinggi HAM agar peristiwa berdarah seperti G30S PKI tidak terulang kembali.***(Joko Kurniawan/Kabar Lumajang)

Editor: Ririn Handayani

Tags

Terkini

Terpopuler