Penyebab Terjadinya G30S PKI, Jumlah Korban, Hingga Kronologi Penumpasannya, Diperingati Tiap 30 September

27 September 2021, 14:20 WIB
Ilustrasi G30S PKI.* /Ilustrasi/Instagram.com/@isj20.sultra

SEPUTARLAMPUNG.COM - G30S PKI merupakan singkatan dari Gerakan 30 September PKI yang menewaskan 6 (enam) Jenderal dan satu perwira militer Indonesia.

Peristiwa paling berdarah dalam sejarah kemerdekaan Indonesia ini terjadi pada 30 September 1965 hingga 1 Oktober 1965 di Jakarta dan Yogyakarta.

Penyebab Terjadinya G30S PKI dan Penculikan Para Jenderal

G30S PKI merupakan gerakan yang bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Sukarno dan mengubah Indonesia menjadi negara komunis.

Gerakan ini dipimpin oleh DN Aidit, yang pada waktu itu merupakan Ketua Partai Komunis Indonesia (PKI).

Gerakan ini dikomandani oleh Letkol. Untung dari Komando Balation I resimen Cakrabirawa. Dia menunjuk Lettu. Dul Arief sebagai ketua pelaksana penculikan para petinggi TNI.

Baca Juga: BSU Subsidi Gaji Tahap 5 Segera Cair: Cek Status Pemilik Rekening BCA/Swasta, Berubah Ditetapkan/Tersalurkan?

Di bawah komando Lettu. Dul Arief, gerakan ini mulai bergerak pada pukul 03.00 WIB. Mereka mulai mendatangi satu persatu rumah para Jenderal TNI yang jaraknya berdekatan.

Singkat cerita, pasukan tak kenal ampun ini berhasil menculik 6 (enam) Jenderal, yakni Letjen. Ahmad Yani, Mayjen. R. Soeprapto, Mayjen. Harjono, Mayjen. S. Parman, Brigjen D.I. Panjaitan dan Brigjen Sutoyo.

Tiga di antaranya yakni Ahmad Yani, Panjaitan, dan Harjono dibunuh di tempat. Sedangkan Mayjen. R. Soeprapto, Mayjen. S. Parman, dan Brigjen Sutoyo dibawa ke Lubang Buaya bersama dengan mayat ketiga Jenderal tersebut.

Di sisi lain, Panglima TNI A.H. Nasution yang sebenarnya menjadi target utama dari operasi berdarah ini berhasil meloloskan diri dengan melompat dan bersembunyi ke Kedutaan Besar Irak yang berada di samping rumahnya.

Namun, nahas, putrinya Ade Irma Nasution tewas tertembak dan ajudannya, Lettu Pierre Andreas Tendean diculik.

Baca Juga: Rintihan Pilu Ade Irma Nasution pasca Ditembak Pasukan G30S PKI : Papa.. Ade Salah Apa, Kenapa Ade Ditembak?

Di lubang buaya para Jenderal yang masih hidup bersama dengan Lettu Pierre Tendean dipaksa menandatangani dokumen terkait adanya 'Dewan Jenderal'.

Dokumen 'Dewan Jenderal' adalah sebuah dokumen yang dibuat oleh PKI untuk menguatkan isu bahwa Angkatan Darat ingin melakukan kudeta terhadap pemerintahan yang sah.

Kegigihan ketiga Jenderal dan Lettu Pierre Tendean yang 'ogah' menandatangani dokumen palsu tersebut membuat keempatnya disiksa habis-habisan.

Akhirnya keenam Jenderal tersebut bersama dengan Lettu Pierre Tendean tewas terbunuh dan jenazah mereka dimasukkan ke sumur kecil di Lubang Buaya.

Demi memastikan bahwa mereka sudah meninggal, mayat-mayat yang telah masuk ke dalam sumur tersebut kemudian ditembaki lagi dan jasad mereka ditutup dengan sampah pohon karet kemudian ditutup tanah dan ditanami pohon pisang utuh di atasnya untuk menutup jejak kejam para PKI. 

Baca Juga: Profil Lengkap Lettu Pierre Tendean: Meninggal pada Usia 26 Tahun, Korban Salah Sasaran G30S PKI

Mayat para Jenderal ini kemudian ditemukan pada 3 Oktober 1965 dan jasad mereka baru diangkat dari sumur Lubang Buaya pada 4 Oktober 1965.

Tak hanya para petinggi TNI AD yang menjadi sasaran 'keganasan' PKI. Ada beberapa orang lainnya juga turut menjadi korban G30S PKI, yakni

1. Bripka Karel Satsuit Tubun (Pengawal kediaman resmi Wakil Perdana Menteri II dr.J. Leimena)
2. Kolonel Katamso Darmokusumo (Komandan Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta)
3. Letkol Sugiyono Mangunwiyoto (Kepala Staf Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta)

Kolonel Katamso dan Letkol. Sugiono menjadi korban karena tidak mendukung gerakan ini.

Setelah berhasil menculik dan membunuh petinggi AD, PKI menguasai gedung Radio Republik Indonesia.

Baca Juga: Kenang 56 Tahun 630S PKI : Kisah Pilu Ade Irma Suryani Nasution, Gugur demi Menyelamatkan sang Ayah

Mereka tanpa rasa bersalah mengumumkan sebuah Dekrit yang diberi nama Dekrit Nomor 1, yakni pernyataan bahwa gerakan 30 September adalah upaya penyelematan negara dari Dewan Jenderal yang ingin mengambil alih pemerintahan resmi Indonesia.

Penumpasan G30S PKI

Penumpasan G30S PKI dipimpin langsung oleh Mayjen Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad).

Setelah menerima laporan, Mayjen Soeharto langsung mengambil alih pimpinan Angkatan Darat guna menindak-lanjuti peristiwa yang terjadi pada 30 September 1965.

Langkah penumpasan dimulai pada tanggal 1 Oktober 1965, TNI berusaha menetralisasi pasukan-pasukan yang menduduki Lapangan Merdeka.

Mayjen Soeharto juga menugaskan Kolonel Sarwo Edhi Wibowo untuk merebut kembali gedung RRI dan Pusat Telekomunikasi, tugas tersebut selesai dalam waktu singkat dan tanpa pertumpahan darah.

Baca Juga: Bagaimana Nasib DN Aidit, Letkol Untung, dan Semua Dalang di Balik Tragedi Berdarah G30S PKI?

Dengan dikuasainya RRI dan Telekomunikasi, pada jam 20.00 WIB Soeharto mengumumkan bahwa telah terjadi perebutan kekuasaan oleh gerakan 30 September 1965 , beliau juga mengumumkan bahwa Presiden Soekarno dan Menko Hankam/KASAB Jenderal A.H. Nasution dalam keadaan selamat.

Operasi penumpasan berlanjut ke kawasan Halim Perdanakusuma pada 2 Oktober 1965, tempat pasukan G30S mengundurkan diri dari kawasan Monas.

Usai berhasil mengamankan Jakarta, saat Soeharto ingin menyerang pangkalan udara Halim yang diyakini sebagai tempat penculikan Soekarno, Jenderal AH Nasution yang selamat kemudian memerintahkan para prajurit angkatan laut dan polisi untuk membantu Soeharto dalam menumpas tuntas G30S PKI.

Kepada para prajurit Angkatan Udara, Nasution mengeluarkan perintah yang berisi bahwa mereka tidak akan dihukum atas pembangkangan jika mereka memilih untuk menolak perintah Panglima Omar Dhani, Kepala TNI AU saat itu. Omar Dhani sendiri dicurigai Pak Nas, begitulah Nasution dipanggil, merupakan simpatisan G30S PKI.

Pada 2 Oktober 2021 tepatnya pukul 06:00 WIB, Halim berhasil diambil alih dan G30S PKI resmi dikalahkan. 

Baca Juga: Korban Lain Kekejaman G30S PKI: Karel Sadsuitubun, Katamso Darmokusumo, dan Sugiyono Mangunwiyoto

Penemuan Jasad Para Jenderal dan Lettu CZI Pierre Andries Tendean

Berkat keterangan Polisi Sukitman yang berhasil lolos dari penculikan PKI, Soeharto dan pasukannya berhasil menemukan jenazah para Jenderal.

Tepat pada 5 Oktober 1965, jenazah para Jenderal dan Lettu Pierre Tendean kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta.

Para perwira yang gugur akibat pemberontakan ini diberi penghargaan sebagai Pahlawan Revolusi.

PKI Dibubarkan

Operasi penumpasan berlanjut dengan menangkap orang-orang yang dianggap bertanggung jawab pada peristiwa itu. Pada 9 Oktober 1965, Kolonel A. Latief berhasil ditangkap di Jakarta.

Pada 11 Oktober 1965, Letkol Untung berhasil ditangkap di Tegal ketika ingin melarikan diri ke Jawa Tengah. 

Baca Juga: Tak Pernah Terpublikasi, Bernasib Buntung: Ini Potret Akhir Hayat Letkol Untung, Komandan G30S PKI

Selain itu para petinggi PKI seperti D.N Aidit, Sudisman, Sjam dan sebagainya juga ditangkap oleh TNI pada 22 November 1965.

Selanjutnya, pada 14 Februari 1966 beberapa tokoh PKI dibawa kehadapan sidang Mahkamah Luar Biasa (Mahmilub).

Desakan masyarakat Indonesia terkait pembubaran PKI yang makin menggema membuat Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret 1966.

Dimana dengan adanya surat itu, Soeharto langsung mengeluarkan larangan terhadap PKI dan ormas-ormas dibawahnya.

Baca Juga: Harga Mahal yang Harus Dibayar Jenderal Besar AH Nasution Pasca Selamat dari Incaran Pasukan G30S PKI

Demikian sejarah lengkap G30S PKI, tragedi nasional paling berdarah sepanjang Kemerdekaan Indonesia.***

Editor: Nur Faizah Al Bahriyatul Baqir

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler