Materi Khutbah Jumat Edisi Bulan Muharram 1445 H, Tema: Sambut Tahun Baru Islam 2023 dengan Berhijrah

- 4 Juli 2023, 20:30 WIB
Materi Khutbah Jumat 7 Juli 2023 edisi bulan Muharram 1445 H bertemakan Sambut Tahun Baru Islam 2023 dengan Berhijrah.
Materi Khutbah Jumat 7 Juli 2023 edisi bulan Muharram 1445 H bertemakan Sambut Tahun Baru Islam 2023 dengan Berhijrah. /Tangkapan Layar/Twibbonize

Ada beberapa hal di sini, jika seseorang itu menggunakan akal saja di dalam masalah ini maka tidak akan sampai pada keimanan. Kita tahu bahwa Hadratu Rasul di dalam berhijrah ini tidak langsung ke Madinah melainkan trasit dulu di gua Tsur. Tradisi orang Makkah itu sangat pandai dalam melacak jejak. Ditelusuri jejak telapak kaki baik hewan maupun manusia. Seperti Abdullah bin Uraiqit, meskipun seorang Yahudi, adalah ahli pembaca jejak yang disewa Nabi untuk memandu ke Madinah.

Bayangkan, jejak Nabi itu ditelusuri oleh ahli dan sampai di mulut gua Tsur. Memang pintar dan betul, tinggal satu langkah saja. Dimana mulut gua itu dihuni oleh burung dan laba-laba, maka sang pemburu ini menggunakan akal, atau ilmu fisika, teori-teori eksak saja, ‘Ah, tidak mungkin Nabi itu bersembunyi di sini karena ini ada sarang laba-laba yang menutup pintu gua. Dan sarang burung di sini, mesti kacau (kalau ada orang melintas)’.

Karena hanya menggunakan akal saja, dan akal itu dipedomani tanpa feeling keimanan, maka dia (pemburu) ini kembali, tidak jadi menemukan Nabi. Selain karena takdir, tapi ini karena hanya akalnya saja yang dipakai. Andai dia melepaskan akalnya saja tidak menggunakan rumus-rumus fisika seperti itu lalu meneliti dan melihat dari bawah gua, itu sudah pasti Nabi ketahuan karena kaki Rasulullah bisa terlihat dari luar gua. Tapi itu tidak dilakukan, akhirnya ia kembali dan gagallah pembacaan akal.

Sebaliknya pembacaan keimanan yang dipakai oleh para sahabat, maka tidak ada satupun sahabat yang hijrah di Madinah itu dalam keadaan kehidupan yang melarat atau menjumpai hal yang tidak mengenakkan. Saya ambil contoh yang hebat di sini, seperti Suhaib al-Rumi. Ia memang mencari kehidupan migran di Madinah. Waktu di Makkah datang keadaan miskin, kerja keras lalu menjadi kaya. Lalu dia berhijrah. Orang Makkah tidak terima kalau Suhaib ini hijrah ke Madinah, karena merasa harta Makkah dikuras. Lalu diburu dia, begitu tertangkap, dialog terjadi.

Wahai orang Makkah, kamu tahu bahwa saya pemanah burung. Tidak satu pun anak panah saya meleset. Maumu apa?’. Orang Makkah berkata, ‘Kamu dulu datang ke Makkah dalam keadaan miskin, dan sekarang kamu harus kembali dalam keadaan miskin lagi. Tunjukkan di mana harta-hartamu kamu simpan?’.

Baca Juga: Pendaftaran PPDB Jatim 2023 Tahap 5 Jalur Prestasi Akademik SMK Dibuka Mulai Hari Ini, Sampai Kapan?

Suhaib Ar Rumi selalu memegangi Allah sebagai pedomannya. ‘Silahkan, emas saya di sini, saya taruh di sini, ternak di sini, dan ladang di sini. Ambil semua. Lepaskan saya, jangan dihalang-halangi’. Semua hartanya diserahkan.

Begitu sampai di Madinah, belum ada informasi apa-apa, Nabiyullah Muhammad menyambut rabiha al-ba’I Ya Aba Yahya, beruntung perdagangan yang meraih untung besar Ya Aba Yahya. Dalam sekejap kekayaannya ternyata jauh lebih besar dari sebelumnya.

Abdurrahman bin Auf, malahan karena di Madinah ia tidak mau menjadi parasit dan dienakkan dengan service dari temannya melainkan dulluni ila al-suq, tunjukkan Madinah ini di mana pasarnya.

Dan ditunjukkan pasarnya dan dia berdagang, maka bisa mengubah pasar Madinah yang didominasi oleh riba, oleh orang-orang Yahudi, dan lainnya yang mencekik. Kemudian diberikan bisnis yang berprinsip syariah dan hebat. Maka disulap lah ekonomi Madinah menjadi sangat maju sekali.

Halaman:

Editor: Ririn Handayani

Sumber: Tebuireng Online


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah