Buya Yahya mengatakan, puasa yang dilarang sangat terbatas, yaitu puasa Hari Raya Idul Fitri, Hari Raya Idul Adha, hari Tasyrik, dan puasa di akhir akhir bulan syaban. Selebihnya bisa dilakukan puasa sunnah termasuk di bulan Rajab.
“Dalil puasa Rajab, Said bin Juber berkata, bahwa ia mendengar Saidina Abdul bin Abbas yang menyatakan bahwa Rasulullah berpuasa di bulan Rajab saking banyaknya puasa di bulan Rajab, Nabi tidak pernah bolong puasa di bulan Rajab,” jelas Buya Yahya.
Namun suatu ketika, ditemukan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak berpuasa di bulan Rajab, sehingga disimpulkan puasa Rajab adalah sebagai amalan sunnah.
"Sunnah melakukan, meninggalkannya bukan sunnah. Kalau tidak melakukan maka tidak dapat kesunnahan," kata Buya Yahya.
Lantas, bagaimanakah hukum terkait puasa sunnah Rajab?
“Para ulama menyatakan jika Anda senang puasa, maka Anda puasa di bulan haram, kalau ingin banyak puasa di bulan haram. Ini pendapat para ulama empat mazhab, Imam Syafi'i, Hanafi, Hambali dan Imam Malik,” katanya.
Sementara yang mengatakan puasa Rajab itu makruh adalah pendapat Imam Hambali. Makruh ini terjadi jika puasa tersebut dilakukan sebulan penuh.
Makruh ini hanya akan hilang kemakruhannya dan kembali kesunnahannya dengan empat cara, yaitu: