Petani itu berkata, “Baiklah, kalau Anda mengatakan demikian. Sebetulnya, saya selalu memerhatikan apa yang keluar dari kebun ini, lalu saya menyedekahkan sepertiganya, sepertiga berikutnya saya makan bersama keluarga saya, dan sepertiga lagi saya kembalikan (untuk modal cocok tanam)….”
Dengan sanad hadits ini juga, dari Wahb bin Kaisan sampai kepada Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu, tetapi (dalam riwayat ini) petani itu berkata, “Saya mengalokasikan sepertiganya untuk orang miskin, peminta-minta, dan para perantau (ibnu sabil).”
Kaum muslimin,
Lihatlah bagaimana dalam hadits ini Allah Ta’ala memberi berkah kepada pemilik kebun ini. Bahkan Allah kirim awan khusus untuk menurunkan hujan kepada kebunnya. Mengapa? Tidak lain karena dia bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena dia menyedekahkan sebagian dari hasil kebunnya. Mungkin tidak ada yang tahu apa yang dia lakukan. Tapi Allah Ta’ala Maha Mengetahui apa yang dia lakukan. Allah perhatikan dia dengan cara memberikan keberkahan pada kebunnya.
Kita berbicara tentang keberkahan. Berkah diambil dari kata dalam bahasa Arab yaitu birkah. Yang artinya sesuatu yang banyak dan menetap.
كَثْرَةُ الخَيْرِ وَثُبُوْتُهُ
Kebaikan yang banyak dan menetap.
Karena itu, tatkala seseorang mendapatkan kebaikan yang banyak dikatakan ‘Dia telah mendapatkan keberkahan’. Dan yang menentukan si fulan dapat berkah atau tidak adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala.
وَهُوَ وَاهِبُ البَرَكَةِ