Dalam Nihayatuz Zein, sifat uang dan barang lain mengikuti akad.
"Barang terkadang mengikut sebagaimana bila seseorang menyewa seorang perempuan untuk menyusui anaknya, maka itu boleh berdasarkan nash Al-Quran. Yang paling shahih, titik akadnya terletak pada aktivitas mengasuh balita tersebut oleh seorang perempuan yang meletakannya di pangkuannya, menyuapinya dengan susu, dan memerahnya sesuai kebutuhan. Titik akadnya (ma'qud 'alaih) terletak pada aktivitas si perempuan. Sementara ASI menjadi hak balita sebagai konsekuensi dari aktivitas pengasuhan." (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Nihayatuz Zein.).
Baca Juga: Info Lowongan Kerja Terbaru 2022 Lulusan SMA dan SMK, Cek Posisi dan Kualifikasi Lengkapnya Berikut
Kesimpulannya, bila dalam praktik penukaran uang baru yang menjadi objek adalah uang, maka ia bisa menjadi haram karena masuk dalam kategori riba. Sedangkan, bila objeknya adalah penyedia jasa penukaran uang, maka boleh dalam hukum Islam.
Lebih lanjut, Ustadz Ismail Soleh mengatakan, bisnis tukar-menukar uang baru hukumnya boleh, asal dengan dasar suka sama suka sebagaimana tercantum dalam Q.S. Annisa ayat 29 berikut:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu.
"Dan memang prinsip dasar muamalah dalam kaidah fiqhiyah adalah Al ibahah (diperbolehkan). Tapi dengan catatan objeknya (ma'qud 'alaih) adalah karena jasa orang yang menyediakan penukaran uang dengan akad ijarah," ujarnya.
Demikianlah hukum tukar uang baru untuk THR Lebaran menurut MUI.***