Persoalannya adalah Abdullah bin Mubarak kini tak memiliki bekal untuk melanjutkan perjalannya ke Tanah Suci. Perjalanannya tertunda beberapa lama di kota Kufah sampai musim haji lewat dan ia pun gagal melaksanakan haji tahun itu.
Ketika balik ke kampung halaman, alangkah kagetnya ia lantaran mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat sebagai orang yang baru datang dari ibadah haji. Abdullah bin Mubarak pun protes campur malu, dan berterus terang bahwa kali ini ia gagal pergi ke Tanah Suci.
"Sungguh aku tidak menunaikan haji tahun ini," katanya meyakinkan orang-oran yang menyambutnya.
Sementara itu, kawan-kawannya yang berhaji menyampaikan testimoni yang membuat Abdullah bin Mubarak semakin bingung. Mereka mengaku berada di Makkah dan membantu kawan-kawannya itu membawakan bekal, memberi minum, atau membelikan sejumlah barang. Setelah peristiwa yang membingungkan itu, Abdullah bin Mubarak pada malam harinya mendapat jawaban melalui mimpi.
Dalam tidur itu, Abdullah mendengar suara, "Hai Abdullah, Allah telah menerima amal sedekahmu dan mengutus malaikat menyerupai sosokmu, menggantikanmu menunaikan ibadah haji."
Jamaah shalat Jumat hadâkumullâh, Subhanallah.
Allah telah menunjukkan rahmat-Nya kepada hamba yang gemar bersedekah. Apa yang dilakukan ulama sufi tersebut adalah prioritas dalam beribadah. Haji adalah ibadah, sedekah juga merupakan ibadah.
Namun, Abdullah bin Mubarak mendahulukan yang kedua karena sedekahnya sangat dibutuhkan. Abdullah bin Mubarak tidak sedang meremehkan ibadah haji. Ia hanya mendahulukan apa yang seharusnya didahulukan.
Ia cuma sedang mengatasi masalah yang amat mendesak, yakni menyangkut kebutuhan dasar orang lain, dengan menunda ibadah haji tahun itu. Toh, bukankah haji yang tertunda masih mungkin dilaksanakan pada tahun-tahun berikutnya? Perbuatan ini selaras pula dengan kaidah fiqih: