Sedangkan pada perempuan yang memiliki dua kromosom X, jika salah satu kromosomnya (yang diturunkan dari ibu) mengalami kelainan, maka ia masih memiliki kromosom lainnya yang sehat.
Sehingga, menjadikan perempuan hanya sebagai pembawa yang dapat menurunkan hemofilia namun tidak menderita penyakit tersebut.
Meski demikian, 30 persen penderita hemofilia diketahui tidak memiliki riwayat keluarga penderita, melainkan kemungkinan terjadi mutasi genetik.
Gejala Hemofilia
Bergantung pada tingkat keparahannya, gejala hemofilia yang timbul akan bervariasi. Namun, selain pendarahan yang berkepanjangan seperti ketika mengalami luka, beberapa gejala lainnya yang umum terjadi di antaranya:
- Pendarahan persendian dengan nyeri dan bengkak.
- Terdapat darah dalam urin atau feses.
- Muncul memar.
- Pendarahan pada saluran cerna atau saluran kemih.
- Mimisan.
- Pendarahan yang terjadi tanpa sebab.
Baca Juga: Leptospirosis Sebabkan Warga di Boyolali Meninggal Dunia, Ketahui Gejala dan Cara Pencegahannya
Penanganan Hemofilia
Penderita hemofilia perlu melakukan pengobatan yang berfungsi untuk mencegah dan menghentikan pendarahan.
Di mana, penderita akan diberi obat berupa suntikan faktor pembekuan atau transfusi darah (jika diperlukan).
Selain melakukan pengobatan, beberapa upaya pencegahan luka dan cedera dapat dilakukan, seperti:
- Menghindari kegiatan yang berisiko menyebabkan cedera.
- Menggunakan pelindung seperti helm hingga pelindung lutut dan siku (jika melakukan aktivitas berisiko).
- Menjaga kebersihan dan kesehatan.
- Memeriksakan diri ke dokter secara rutin.
- Tidak meminum obat yang dapat mempengaruhi proses pembekuan darah tanpa resep dari dokter.