SEPUTAR LAMPUNG - Kondisi politik di Negeri Seribu Pagoda makin memprihatinkan.
Pasalnya, dampak dari Kudeta yang dilakukan oleh Militer Myanmar tidak hanya membuat ratusan jiwa melayang, namun juga menimbulkan kekacauan di Negara tersebut.
Kudeta Militer Myanmar yang diawali dengan penangkapan Presiden terpilih secara demokrasi Aung San Suu Kyi pada Pemilihan Umum 2019 lalu di awal Februari 2021.
Tak hanya itu, sejumlah pejabat tinggi Myanmar juga ikut 'disingkirkan' oleh Militer Myanmar.
Kudeta tersebut mendapatkan penolakan melalui unjuk rasa yang dilakukan warga sipil Myanmar.
Namun, aksi unjuk rasa tersebut mendapatkan tindakan kekerasan dari tentara Myanmar hingga adanya penangkapan.
Terbaru, kelompok masyarakat sipil pengawas tahanan politik di Myanmar menyampaikan pada Rabu, 17 Maret 2021 waktu setempat warga Myanmar yang tewas telah mencapai lebih dari 200 orang sejak kudeta militer 1 Februari lalu.
Data Asosiasi Pendamping untuk Tahanan Politik (AAPP) menyebutkan hingga Selasa malam, 202 orang telah tewas dengan tambahan 2 orang tewas dari data sehari sebelumnya.
Dilansir dari Pikiran Rakyat dalam artikel "Krisis Politik Kian Memanas, LSM Myanmar Catat 2.181 Orang Ditangkap Sejak Kudeta", korban lebih lanjut akan ditambahkan saat dikonfirmasi.
Selanjutnya hingga 16 Maret, AAPP melaporkan total 2.181 orang telah ditangkap, didakwa atau dihukum sehubungan dengan percobaan kudeta militer pada 1 Februari.
"Tahanan belum diizinkan untuk bertemu dengan kerabat dan perwakilan hukum mereka, tidak ada yang tahu di mana, karena begitu banyak orang ditahan," kata AAPP dalam pernyataannya.
AAPP juga melaporkan militer melakukan penggerebekan dan menembakkan senjata ke jalan di kota Dawbon dan Dagon Myothit, wilayah Yangon.
Selanjutnya di Moggok, kawasan Mandalay, beberapa orang mengalami luka-luka akibat tembakan senapan mesin pihak keamanan yang mengarah ke rumah-rumah dan jalan-jalan.
"Beberapa orang yang terluka ditangkap dan meninggal tanpa akses perawatan medis, beberapa orang meninggal karena disiksa selama interogasi," ujar AAPP.
"Orang-orang di Burma (nama lain dari Myanmar red.) setiap hari diserang dan dibunuh secara tidak manusiawi oleh kudeta junta," tutur AAPP.
Rezim kudeta Myanmar sebelumnya menambah pemberlakuan darurat militer di sembilan kota di Yangon dan Mandalay pada Senin, sehari setelah pasukan keamanan menembak mati hampir 40 pengunjuk rasa menuntut pemulihan pemerintahan sipil.
Saluran TV pemerintah MRTV dan Myawaddy mengumumkan darurat militer di kota-kota Aungmyay Thazan, Chan Aye Thazan, Maha Aung Myay, Pyi Gyi Tagon, dan Chan Mya Thazi di Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar.
Darurat militer juga diumumkan di kota-kota Dagon Utara, Okalapa Utara, Dagon Selatan, dan Dagon Seik Kan Yangon.***(Billy Mulya Putra/Pikiran Rakyat)