Sumbang Rp130,53 Triliun pada Negara, Rokok Dibenci Tapi Juga Disayang Setengah Mati!

- 28 November 2020, 12:00 WIB
Ilustrasi rokok.*
Ilustrasi rokok.* /Pexels./

SEPUTAR LAMPUNG - Rokok adalah sebuah paradoks. Ia banyak dikecam karena telah menjadi salah satu perusak utama kesehatan, juga ekonomi masyarakat khususnya masyarakat dengan ekonomi lemah.

Banyak orang rela menyisihkan anggaran yang tidak sedikit untuk rokok. Pada saat yang sama, asupan makanan yang bergizi untuk keluarga kadang tak bisa dipenuhi dengan baik.

Himbauan untuk tidak merokok banyak ditemukan di mana-mana bahkan di kemasan bungkus rokok sendiri.

Beberapa daerah bahkan menerapkan peraturan merokok di sejumlah area tertentu dengan sanksi yang tegas dan jelas. Rokok seperti telah menjadi salah satu common enemy masyarakat.

Baca Juga: Harapan Emil Salim pada Jokowi Soal Pengganti Edhy Prabowo: Bisakah Bukan dari Parpol?

Namun di sisi lain, rokok juga 'disayang-sayang' karena kontribusinya yang cukup besar untuk menggerakkan ekonomi masyarakat dan bahkan menyuplai banyak sumbangan pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Perpres 72 tahun 2020 menetapkan target cukai mencapai Rp172,20 triliun. Menariknya adalah justru penyumbang cukai terbesar berasal dari cukai hasil tembakau dengan capaian sebesar Rp130,53 triliun.

Realisasi cukai hasil tembakau ini telah mendekati angka 80%. Kenaikan prosentase ini ditaksir dalam tahun 2020 akan bertumbuh 11,72 persen dibandingkan tahun lalu dalam periode yang serupa. Tahun lalu hanya mencapai target Rp116,83 triliun sedangkan tahun ini angka itu telah dilampaui.

Rincian realisasi APBN November 2020 ini disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani secara virtual pada hari senin di Jakarta.

Artikel ini sebelumnya telah tayang di Jurnalpresisi.com dengan judul "Paradoks! Rokok Membunuhmu, Cukai Rokok Justru Sumbang Rp130,53 Triliun Buat Negara, Apa yang Aneh?".

“Kami akan terus formulasikan kebijakan berdasarkan lima area yang dipertimbangkan,” ungkapnya seperti dilansir dari Antara (20/11/20).

Menurut Sri Mulyani, lima hal yang dipertimbangkan tersebut yakni mengurangi prevalensi angka merokok pada anak-anak dan perempuan, perlindungan, dan mendukung petani tembakau.

Sementara itu, kata dia, pendapatan di sektor cukai merupakan salah satu indikator yang tumbuh positif dalam realisasi APBN hingga Oktober 2020, di tengah sejumlah indikator yang mengalami kontraksi akibat pandemi Covid-19.

Kemudian, mendukung para pekerja pabrik rokok khususnya yang produksinya masih menggunakan tangan, menekan rokok ilegal dan terakhir terkait penerimaan negara.

“Kami masih akan terus formulasikan ini dan akan kami sampaikan pengumuman kalau sudah difinalkan keseluruhan aspek terutama di mana saat kita sedang menghadapi Covid-19,” ucap Sri Mulyani.

Baca Juga: Kenang Sikap Tegas Soekarno, Hidayat Nur Wahid Minta Jokowi Batalkan Calling Visa untuk Israel

Kementerian Keuangan akhirnya menetapkan rokok elektrik berupa cairan dan alat pemanas dalam satu kesatuan (cartridge) sebagai bagian dari hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) maka termasuk barang yang dikena cukai.

Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Syarif Hidayat di Jakarta, Jumat, menyatakan pengenaan cukai catridge rokok elektrik ini ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan No.176/PMK.04/2020.

"Ditetapkannya cartridge sebagai BKC tercantum dalam penambahan substansi Pasal 1 ayat 18 PMK tersebut yang menggolongkan cartridge dalam kategori ekstrak atau esense tembakau, sehingga termasuk jenis HPTL baru," katanya.

Ia menjelaskan PMK itu mengatur ketentuan baru yaitu HPTL adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau selain sigaret, cerutu, rokok daun, dan tembakau iris, yang dibuat mengikuti perkembangan teknologi dan selera konsumen, meliputi ekstrak dan esens tembakau, tembakau hirup, atau tembakau kunyah.

Baca Juga: Gerhana Bulan Penumbra Diprediksi Terjadi 30 November, Ini Lokasi Untuk Melihat di Lampung

Syarif memastikan ekstrak maupun esens tembakau itu termasuk yang disediakan untuk konsumen dalam kemasan penjualan eceran, yang dikonsumsi dengan cara dipanaskan menggunakan alat pemanas elektrik kemudian diisap.

Produk itu antara lain cairan yang menjadi bahan pengisi vape, produk tembakau yang dipanaskan secara elektrik (electrically heated tobacco product), kapsul tembakau (tobacco capsule), atau cairan dan pemanas dalam satu kesatuan (cartridge).

PMK itu juga menegaskan,barang kena cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai yang isi kemasan ecerannya tidak sesuai, termasuk cartridge, dianggap melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya, melalui PMK tersebut, Kemenkeu juga memperluas definisi barang kemasan untuk eceran. Dalam PMK sebelumnya, kemasan adalah barang yang pelunasan cukainya dilakukan dengan cara pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya harus dilakukan dalam satu kemasan.

"Jadi ini penegasan juga, bahwa barang kena cukai yang tidak dikemas sesuai isi kemasan yang diatur dalam PMK ini, berarti melanggar ketentuan," pungkasnya.***(Antonio Fernando/Jurnal Presisi)

Editor: Ririn Handayani

Sumber: Jurnal Presisi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x