Benarkah Pengangkatan Dosen non-PNS akan Dihentikan per 1 Desember 2021? Begini Skema dan Mekanisme Terbarunya

29 Oktober 2021, 14:20 WIB
Ilustrasi dosen. //pexels/fauxels

SEPUTARLAMPUNG.COM - Dalam rangka mengimbangi rasio perbandingan jumlah dosen yang lebih berimbang dengan jumlah mahasiswa, pengangkatan Dosen Non PNS menjadi solusi sejumlah Perguruan Tinggi.

Dari sisi dosen, adanya kesempatan untuk mengajar di perguruan tinggi melalui jalur dosen non PNS menjadi secercah harapan untuk tetap berkecimpung di dunia mengajar meski tidak melalui jalur PNS.

Namun, adanya peraturan baru yang menyebutkan perguruan tinggi negeri tidak lagi diperkenankan mengangkat dosen tetap non-PNS per 1 Desember 2021 membuat sejumlah pihak bingung.

Peraturan baru ini pastinya akan berimbas cukup luas terhadap tatanan perekrutan dosen non PNS yang selama ini sudah berjalan cukup lama.

Baca Juga: BSU Tahap 5 Belum Cair? Siapkan 4 Berkas Ini untuk Ambil dana BLT Subsidi Gaji Rp1 Juta Jika Sudah Ditetapkan

Sesuai dengan aturan baru, perguruan tinggi negeri tidak diperkenankan mengangkat dosen tetap non-PNS per 1 Desember 2021.

Pengusulan kebutuhan dosen dapat dipenuhi melalui formasi ASN atau dapat mengangkat unsur profesional sebagai dosen tidak tetap.

Aturan itu tertuang dalam Surat Edaran Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nomor 68446/A.A3/TI.00.02/2021 tentang Pemberian Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN) bagi Dosen Non-ASN di PTN.

Aturan tersebut rupanya memantik kebingungan di kalangan masyarakat dan civitas academica. Diperkirakan, masih banyak permasalahan jika aturan tersebut diimplementasikan di lapangan.

Dalam SE tersebut, disebut bahwa dosen baru yang direkrut dengan skema non-ASN perlu diusulkan untuk mendapat NIDN paling lambat 30 November 2021. Bagi dosen yang telah mendapatkan NIDK dan berstatus dosen penuh waktu serta bukan dari praktisi perlu dialihkan ke NIDN.

Baca Juga: Sayang Sekali, Whatsapp Lenyap dari Daftar HP Ini Mulai 1 November 2021, Simak Cara Tetap Bisa Menggunakan WA

Pada akhirnya, dosen yang sudah mendapatkan NIDN, tapi belum ASN, diarahkan mengikuti seleksi ASN (PNS/PPPK).

Beberapa masalah yang muncul sebagai imbas dari kontrak kerja bagi dosen dan tenaga kependidikan tersebut antara lain masih munculnya keluhan, mulai dari masa kerja dianggap nol tahun, jabatan akademik hanya diakui sampai magister, tidak diperkenankan melanjutkan studi selama kontrak berlang sung, hingga derajat akademik doktor yang dianggap tidak diakomodasi.

”Seharusnya hal-hal tersebut diakui dan diatur kembali sebagai bentuk keadilan dan penghormatan terhadap dosen-dosen yang sudah mengabdikan diri,” ucap Pengamat Kebijakan Pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia Cecep Darmawan, Rabu 27 Oktober 2021.

Sejak dua tahun terakhir, Cecep yang juga merupakan Guru Besar UPI itu mengatakan, dosen tetap yang berstatus PPPK sudah merupakan hal yang biasa untuk PTN Berbadan Hukum (PTNBH).

Sebelum sebutan PPPK disematkan dalam regulasi, status dosen tersebut seringkali disebut sebagai dosen perguruan tinggi (internal) yang kontraknya dilakukan antara dosen dan perguruan tinggi.

”Untuk kenaikan pangkatnya, gaji, dan lain-lain, sama saja dengan PNS, apalagi ketika memiliki jabatan di kampus. Yang membedakan hanya satu, yakni persoalan pensiun,” ujarnya.

Baca Juga: Apakah CPNS Kemenkumham, Kemenag Diumumkan Hari ini 29 Oktober? Ini Link Pengumuman SKD CPNS dan PPPK Non Guru

Dia melanjutkan, SE tersebut sebenarnya juga bisa disikapi sebagai langkah penye lamatan bagi dosen PTN baru yang dulu bergabung di yayasan. Terutama, bagi dosen-dosen tidak mungkin melamar formasi PNS karena memiliki usia di atas 35 tahun bagi lulusan S2 dan di atas 40 tahun bagi lulusan S3.

”Dengan adanya alih status yayasan perguruan tinggi jadi PTNB, selain aset yang diserahkan kepada pemerintah, dosen-dosennya juga demikian. Kalau ada kejelasan status menjadi tenaga PPPK, itu bagus, tapi memang harus lebih dirinci lagi tentang bagaimana dosen-dosen eks yayasan yang usianya masih di bawah 35 tahun, apakah masih bisa melamar melalui formasi ASN? Kalau bisa, bagaimana pengaturannya?” tutur Cecep.

Selain itu, kata Cecep, seharusnya juga ada kejelasan mengenai status kekaryawan dosen-dosen tersebut pada masa mendatang. Masa kerja PPPK terbatas pada waktu tertentu.

”Lalu, bagaimana dengan masa depan dosen-dosen senior yang sudah tidak mungkin lagi melamar menjadi ASN? Bagaimana kejelasan statusnya?” ujarnya.

Cecep menilai, seharusnya pemerintah lebih mengapresiasi dosen-dosen tersebut, karena merupakan ”aset” eks yayasan yang dialihkan kepada pemerintah, termasuk status kepegawaiannya.

”Kalau regulasinya belum ada, setidaknya ada pasal-pasal pengecualian. Jangan sampai yayasan memberikan aset, tapi SDM-nya dirugikan,” ujarnya.

Baca Juga: CEK Saldo di JakOne! Benarkah KJP SMK Tahap 1 Sudah Cair? Ini Jadwal Pencairan KJP Plus SD SMP SMA SMK

Payung hukum

Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek, Nizam mengatakan bahwa surat edaran mengenai pemberian NIDN bagi dosen non-ASN di PTN merupakan penyesuaian UU ASN dan PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja.

Ia mengatakan, SE tersebut pada prinsipnya adalah solusi sementara untuk mengatasi kekurangan dosen.

”Kami terus membahas dengan Kementerian PAN-RB untuk mencari solusi yang lebih komprehensif dalam pengisian kebutuhan dosen di PTN kita,” katanya.

Dalam pembahasan tersebut, Nizam mengatakan sudah ada beberapa titik temu tetapi masih perlu ada pendalaman dan penyiapan payung hukumnya. Hanya, Nizam tidak secara pasti menjawab rencana finalisasi payung hukumnya tersebut.

”Sudah berjalan beberapa bulan ini (pembahasannya). Semoga tidak lama lagi bisa keluar regulasinya,” ujarnya.

Dari proses-proses tersebut, terdapat sekira 600 dosen yang nantinya mendapatkan NIDN.

Kurang dosen

Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Sumber Daya dan Keuangan Universitas Padjadjaran Ida Nurlinda belum menerima surat edaran resmi terkait dengan larangan pengangkatan dosen tetap nonaparatur sipil negara (non-ASN).

Dia berharap mendapat penjelasan lebih lanjut terkait hal itu, terutama tentang apakah aturan tersebut berlaku untuk semua perguruan tinggi negeri, termasuk yang berstatus perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTNBH).

Baca Juga: TERKINI: Siswa SD - SMK Bisa Langsung Cairkan PIP Kemdikbud di BNI dan BRI dengan Bawa Surat Sakti Ini, Apa?

”Perlu ada penjelasan karena di dalam Statuta Unpad diperbolehkan rekrut dosen tetap non-ASN,” kata Ida.

Dia juga menilai perlu ada aturan lebih lanjut dari surat edaran tersebut. Petunjuk teknis juga diperlukan, termasuk yang mengatur langkah selanjutnya apabila dosen non-ASN gagal dalam tes CPNS.

Dalam surat edaran tersebut, dosen non-ASN didorong mengikuti seleksi CPNS agar berstatus ASN.

Unpad memiliki beberapa dosen tetap non-ASN seperti dokter-dokter yang mengajar di Fakultas Kedokteran.

Menurut Ida, keberadaan dosen tetap non-ASN sangat membantu keberlangsungan pembelajaran di Unpad.

”Dosen non-ASN sangat membantu karena jatah dosen ASN terbatas. Dari sisi SDM, beberapa tahun ke depan, dosen bakal kurang karena banyak yang pensiun,” ucap Ida.

Beberapa fakultas telah menyampaikan informasi terkait kekurangan dosen. Untuk memenuhi kebutuhan dosen, langkah tercepat adalah mengangkat dosen non-ASN.

Untuk merekrut dosen ASN membutuhkan waktu karena tidak setiap tahun, Unpad mendapat dosen ASN.

Tahun lalu, Unpad tidak mendapat dosen ASN. Kualitas dosen ASN dan non-ASN pun sama. Dengan demikian, tidak ada masalah untuk mengangkat dosen non-ASN. Dosen non-ASN juga memiliki hak yang sama dalam berbagai hal, termasuk pengembangan riset dan remunerasi.*** (Endah Asih, Muhammad Ashari, Ra - ni Ummi Fadila/Pikiran Rakyat)***

*) Artikel ini sebelumnya telah tayang di Pikiran-rakyat.com dengan judul "Jumlah Dosen Kurang, Nadiem Makarim Bikin Aturan Stop Angkat Dosen non-PNS".

Editor: Ririn Handayani

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler