Janganlah kita salah dalam memahami perintah dalam ayat yang tadi dibacakan, yaitu langkah terakhir dalam menasihati istri adalah dengan memukulnya. Ingat! Ayat ini tidak melegalkan kekerasan dalam rumah tangga. Tidak sama sekali! Jangan sampai kita melegitimasi perbuatan kotor kita dan membungkusnya dengan ayat Al-Quran, padahal maksudnya bukanlah demikian.
Kita harus memahami bahwa tujuan adanya ayat di atas adalah untuk mendidik istri agar kembali memenuhi haknya. Apabila dengan langkah paling ringan saja sudah kembali memenuhi haknya, maka tidak perlu mengambil langkah terakhir.
Selanjutnya, jikalau sangat terpaksa mengambil langkah terakhir, maka yang dibolehkan hanya memukul dengan sangat ringan dalam rangka mendidik, misalnya dengan sikat gigi, dengan siwak dan lain-lain.
Baca Juga: HORE! PKH Tahap 4 Oktober 2022 Segera Cair: Maaf, Hanya 6 Golongan KPM Ini Dipastikan Terima Bansos
Bukan pukulan karena emosi dan amarah yang membuncah. Bukan pukulan kriminal yang mematikan, mengakibatkan cacat, luka berdarah atau patah tulang, membuat lebam, atau sangat menyakitkan.
Demikian pula tidak boleh memukul wajah dan bagian-bagian tubuh yang membahayakan, tidak boleh memukul di luar rumah, tidak boleh memukul di satu bagian tubuh secara berulang-ulang.
Mengenai hal tersebut, patutnya kita meniru Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam memperlakukan istrinya. Siti Aisyah pernah menuturkan;
مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ضَرَبَ خَادِماً لَهُ قَطُّ وَلاَ امْرَأَةً لَهُ قَطُّ وَلاَ ضَرَبَ بِيَدِهِ شَيْئاً قَطُّ إِلاَّ أَنْ يُجَاهِدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
Artinya: “Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memukul pembantu, begitu pula memukul istrinya. Beliau tidaklah pernah memukul sesuatu dengan tangannya kecuali dalam jihad (berperang) di jalan Allah”. (Hadits riwayat Imam Ahmad)
Jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala