Dari ayat di atas, sudah jelas sekali tujuan pernikahan yang merupakan usaha untuk membuat jiwa kita menjadi tenteram dan batin kita menjadi tenang.
Alih-alih menciptakan keharmonisan dalam berumah tangga, jangan sampai salah seorang dari kita mencederai rumah tangga dan keluarga kita dengan kekerasan.
Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah subhanahu wa ta’ala.
Islam begitu mengutuk segala macam bentuk kekerasan individu atas individu lainnya, atau satu kelompok atas kelompok lainnya. Hal ini termasuk pula kekerasan yang terjadi dalam lingkup rumah tangga. Tidak boleh ada, dan jangan dianggap sebagai sesuatu yang normal apabila ada seorang suami memukul istrinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
وَلاَ تَضْرِبِ الْوَجْهَ وَلاَ تُقَبِّحْ وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِي الْبَيْتِ
Artinya: “Janganlah engkau memukul istrimu di wajahnya, jangan pula menjelek-jelekkannya dan jangan mendiamkan istri (ketika cekcok) selain di rumah” (HR. Abu Daud)
Hadits di atas secara terang-terangan melarang para suami untuk melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Jangankan kekerasan fisik, kekerasan berupa kata-kata yang menjelek-jelekkan istri saja dilarang.
Di sinilah para suami dituntut untuk menjadi sosok yang penyabar. Lantas bagaimana apabila seorang istri tidak memenuhi haknya sebagai istri? padahal ada hak-hak yang harus dipenuhi seorang istri sebagaimana ada hak-hak yang harus dipenuhi seorang suami kepada istrinya.