Idul Adha 2022 Ikut Pemerintah atau Muhammadiyah? Simak Penjelasan Ustadz Abdul Somad Berikut Ini

- 3 Juli 2022, 13:00 WIB
Ustadz Abdul Somad.
Ustadz Abdul Somad. /Instagram/@ustadzabdulsomad_official/

SEPUTARLAMPUNG.COM – Berbeda dengan Muhammadiyah, Pemerintah Indonesia menetapkan bahwa Idul Adha 10 Zulhijjah jatuh pada 10 Juli 2022. Lantas, kita ikut yang mana? Berikut penjelasan dari Ustadz Abdul Somad.

Sebagaimana yang diketahui, Muhammadiyah jauh hari sudah memutuskan Idul Adha 2022 akan dilaksanakan pada 9 Juli 2022.

Sementara dari hasil sidang isbat pemerintah yang digelar pada 29 Juni 2022 lalu, pemerintah mengumumkan Hari Raya Qurban pada 10 Juli 2022.

Baca Juga: Cara Memilih Hewan Kurban yang Sehat Bebas Virus PMK, Ini Imbauan bagi Panitia Kurban saat Idul Adha 2022

Adanya perbedaan tanggal pelaksanaan Idul Adha 2022 antara Pemerintah dan Muhammadiyah tersebut, membuat sebagian besar masyarakat bingung. Terutama bagi mereka yang ingin menjalankan puasa Arafah.

Seperti diketahui, Arab Saudi telah menetapkan 10 Zulhijjah jatuh pada 9 Juli 2022. Artinya, Jemaah haji akan melaksanakan wukuf di Arafah pada 8 Juli 2022.

Saat para Jemaah haji melaksanakan wukuf di Arafah, maka umat muslim yang tidak sedang berhaji disarankan untuk melakasanakan puasa Arafah, yakni pada 9 Zulhijjah 1443 H (8 Juli 2022).

Baca Juga: Apa itu BPMS? Siswa SD-SMK Swasta Bisa Terima Bantuan hingga Rp10 Juta dari Pemprov DKI Jakarta, Ini Syaratnya

Jika berpuasa setelah masuk hari raya Idul Adha, maka akan dianggap melakukan puasa di waktu haram (dilarang). Jadi, bukannya mendapat pahala, tapi justru berdosa jika sengaja dilakukan. Hal inilah yang membuat masyarakat jadi bingung.

Terkait hal tersebut, Ustadz Abdul Somad pun mendapat pertanyaan dari beberapa umat muslim, yang kemudian ia bagikan di media sosial.

"Jamaah: "Kita ikut Makkah atau Pekanbaru Ustadz?" bunyi pertanyaan yang diunggah di akun Twitter @UAS_AbdulSomad, pada 1 Juli 2022.

Menanggapi pertanyaan itu, Ustadz Abdul Somad (UAS) menjelaskan dengan waktu sholat, di mana tidak bisa waktu tersebut disamakan antara satu daerah dengan lainnya.

Baca Juga: Mengapa Hari Raya Idul Adha 1443 H di Indonesia dan Arab Saudi Berbeda? Berikut Ini Penjelasan dari Kemenag

"Ustadz: Makkah itu punya mathla' (perhitungan) sendiri, Pekanbaru punya mathla' sendiri. Makkah punya syuruq sendiri, Pekanbaru punya syuruq sendiri. Tak sama. Mana bisa kita ikut Makkah. Kalau kita di Pekanbaru ikut Makkah. Berarti sholat dzuhur kita jam 15.30," jawab UAS.

“Waktu sholat pakai waktu matahari, kita di timur lebih dulu. Kalau awal bulan tu ikut Hilal, bulan, yang di barat lebih dulu,” sambungnya.

Kemudian Ustadz Abdul Somad menjelaskan tentang wukuf di Arafah dan waktunya. Wukuf tidak mengikuti saat yang sama di Makkah, tapi berdasarkan tanggal.

"Wukuf ikut apa? Ikut tanggal 9. Tanggal 9 ikut apa? Ikut tanggal 1. Tanggal 1 ikut apa? Ikut hilal. Jadi puasa itu tanggal 9, bukan tanggal 8 bukan pulak tanggal 10. Ikut mathla' daerah masing-masing," jelas UAS.

UAS mengatakan, bahwa perbedaan seperti ini pernah juga terjadi pada masa Salaf.

Baca Juga: Hari yang Diharamkan Puasa dalam Islam Selain Saat Idul Fitri dan Idul Adha, Apa Saja?

“Kuraib dari Madinah ke Syam. Di Syam mereka melihat Hilal malam Jumat. Ibnu Abbas di Madinah melihat Hilal malam Sabtu. Syam dengan Madinah aja beda mathla’ apalagi Makkah dengan Pekanbaru,” ujar UAS.

Hal serupa terkait perbedaan ini juga diungkapkan Ustadz Irsyad Syafar.

"Berhari raya dengan hasil rukyah negara masing-masing adalah amalan Sahabat dan Tabi'in, dan salah satu pendapat yang kuat dalam mahdzab Syafi'i. Bahkan Syekh Utsainim, Ulama Besar Arab Saudi juga memfatwakan hal yang sama," kata Ustadz Irsyad Syafar seperti dikutip dari laman PKS, 3 Juli 2022.***

Editor: Desy Listhiana Anggraini

Sumber: Twitter PKS


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x