الذين ينفقون في السراء والضراء والكاظمين الغيظ والعافين عن الناس والله يحب المحسنين (134) والذين إذا فعلوا فاحشة أو ظلموا أنفسهم ذكروالله فاستغفروا لذنوبهم ومن يغفروا الذنوب إلا الله ولم يصروا على مافعلوه وهم يعلمون (135)
“Orang-orang yang gemar berinfaq, baik dalam suasana lapang maupun dalam situasi sempit, pandai meredam gejolak emosinya, suka memberi maaf, selalu beristighfar dan segera bertaubat bila melakukan dosa dan kezaliman serta tidak mengulang-ulang kemaksiyatan sementara ia telah menyatakan taubat kepada Allah SWT."
Dengan menghayati pesan ayat tersebut, mari kita tegaskan kembali bahwa segala aktifitas ibadah yang kita laksanakan hendaknya tidak terjebak pada rutinitas ritual yang kering makna.
Sebaliknya, amaliyah ibadah yang kita laksanakan seharusnya mampu mengaktualisasikan maqashid (tujuan asasi) dan hikmah tasyri di balik setiap pelaksanaan ibadah. Yaitu, untuk menata dan memuliakan harkat dan martabat kemanusiaan.
Sebab seluruh amal ibadah yang disyariatkan Islam sesungguhnya oleh dan untuk kemaslahatan manusia itu sendiri. Laha ma kasabat wa 'alaiha maktasabat: ia mendapat (pahala) dari kebajikan yang dikerjakannya dan ia mendapat (siksa) dari kejahatan yang diperbuatnya. (QS. Al-Baqarah: 286).
Ramadan adalah kampus kehidupan manusia. Sukses Ramadan sesungguhnya tidak diukur pada saat sedang berlangsung, akan tetapi justru dilihat dari sebelas bulan yang akan dijalaninya ke depan.
Adakah ia mampu melakukan perubahan dan perbaikan dirinya menjadi pribadi muttaqin? Adakah ia tetap konsisten menjaga amaliah kebajikan selama Ramadan untuk tegaknya kemaslahatan dan keluhuran diri serta lingkungannya? Semua berpulang kepada penghayatan dan komitmen dirinya.
Allahu Akbar X3, Walillahilhamdu, Hadirin yang dirahmati Allah
Ketiga: adalah merupakan sunnatullaah bila dinamika kehidupan diwarnai dengan susah dan senang, datang dan hilang, peluang dan tantangan, tangis dan tawa, anugrah dan musibah yang acap kali menghiasi perjalanan hidup.