Ia (Ismail) menjawab, wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.
Dalam ayat tersebut, Ismail bahkan memanggil ayahnya dengan kalimat “yaa abati” bukan hanya sekedar “ya abii”. Kata “ya abati” memiliki makna lain daripada sekedar “ya abi”. Kalimat “ya abati” dalam Bahasa Arab menunjukkan makna ayah yang sering pergi, akan tetapi sang anak selalu merindukannya.
Panggilan ini menunjukkan kuatnya perasaan seorang anak kepada ayahnya dimana jauh dan dekat tetap dirindukan. Dalam posisi akan disembelih, bahkan Ismail tetap menunjukkan ketegaran, rasa hormat dan sayangnya kepada ayahnya. Itulah pengorbanan Ismail dan keluarga Ibrahim.
Keluargaku yang diberkati Allah.
Tak hanya Nabi Ibrahim, nabi-nabi lain-pun juga diuji dengan hal yang berat. Sebagaimana hadis yang menyatakan,
ياَرَسُولُ اللهِ أَيُّهَا النَّاس أَشَدّـُ بَلَاء: الأَنبِيَاء ثُمَّ الأَمثَالُ فَالأَمثَلُ
Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya? Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, para nabi kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi (maksudnya, yaitu orang-orang di bawah para nabi berdasarkan tingkat kesalehannya).
Dari hadis ini dapat dilihat, bahwa semakin saleh seseorang, maka Allah akan semakin mengujinya untuk membuktikan derajat kesalehannya.
Sebagai contoh Nabi Adam diuji dengan anaknya yang membunuh saudara kandungnya. Nabi Nuh juga diuji dengan kekafiran anaknya. Nabi Luth, diuji dengan istrinya.
Nabi Muhammad diuji dengan pamannya yang hendak membunuhnya. Serta ujian-ujian lainya yang dialami para nabi. Dari kalangan orang saleh, Asiyah, diuji dengan memiliki suami bernama Firaun. Siti Maryam, diuji dengan memiliki anak tanpa suami. Sayidah Aisyah yang merupakan istri baginda nabi Muhammad pun diuji dengan tidak memiliki keturunan.
Keluargaku yang diridai Allah