Bagaimana Hukum Menggelar Hajatan atau Pernikahan di Jalan Umum dalam Islam?

16 Desember 2021, 08:10 WIB
Ilustrasi penutupan jalan untuk hajatan. /Tim Purwakarta News

SEPUTARLAMPUNG.COM - Pernikahan merupakan salah satu momen sakral bagi banyak orang. Peristiwa yang bagi banyak orang merupakan momen sekali seumur hidup ini biasanya akan diselenggarakan dengan semeriah mungkin.

Atas alasan meriah itulah, sebagian warga menyewa tempat khusus guna melangsungkan pernikahan, baik itu berupa lapangan, gedung pertemuan, ataupun hall hotel.

Namun tidak semua masyarakat melakukannya. Ada sebagian lagi yang lebih memilih untuk menutup jalan guna melangsungkan hajatan.

Baca Juga: Bagaimana Aturan Menggunakan Jalan untuk Kepentingan Pribadi seperti Hajatan atau Nikahan? Simak Langkah Ini

Alasan yang dipakai adalah dari sisi kepraktisan, dekat dengan lokasi acara, serta anggaran.

Lalu bagaimanakah hukum Islam mengatur tentang penggunaan jalan umum untuk kepentingan pribadi seperti hajatan/pernikahan dan lain sebagainya?

Dikutip dari berbagai sumber, jalanan umum merupakan fasilitas umum yang disediakan untuk semua orang.

Sedangkan walimahan termasuk sebagai penggunaan jalan untuk kepentingan pribadi.

Dari Abu Sa’id Al Khudri dari Nabi Saw beliau bersabda: “Hindarilah olehmu duduk-duduk di pinggir jalan!” Kemudian para sahabat bertanya; ‘Ya Rasulullah bagaimana kalau kami butuh untuk duduk-duduk di situ memperbincangkan hal yang memang perlu?.’

Rasulullah Saw menjawab: ‘Jika memang perlu kalian duduk-duduk di situ, berikanlah hak jalanan.’

Mereka bertanya; ‘Apa haknya ya Rasulullah? ‘ beliau menjawab: ‘Tundukkan pandangan, jangan mengganggu, menjawab salam (orang lewat), menganjurkan kebaikan, dan mencegah yang mungkar.’ (HR. Muslim)

Konteks dalam hadis di atas memang larangan untuk duduk-duduk di pinggir jalan untuk kepentingan pribadi, bukan menggunakan akses jalan untuk walimah, namun penekanan dalam hadis ini sama-sama tentang larangan mengambil hak pejalan kaki.

Baca Juga: Prakiraan Cuaca Kamis 16 Desember 2021, Tanggamus dan Pesawaran Hujan Lebat Disertai Petir

Menurut Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim menjelaskan bahwa salah satu tujuan larangan tersebut karena hal tersebut mempersempit akses jalan.

Sementara itu, Imam Al-Qurthubi, Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani, dan Imam Asy-Syaukani mengatakan bahwa larangan dalam hadis di atas tidak menunjukkan keharaman, melainkan bimbingan agar mereka yang duduk-duduk di jalan tetap melaksanakan kewajiban dan memperhatikan hak-hak pengguna jalan.

Sementara itu beberapa ulama, di antaranya Sulaiman bin Manshur al-Ujaili al-Azhari dalam kitab Hasyiyah Jamal Ala Syarhi Minhaj,  membolehkan menggunakan jalanan umum untuk kepentingan pribadi jika memang hal tersebut telah dianggap lumrah menurut kebiasaan masyarakat setempat.

Wahbah Zuhaili dalam al-Fiqh wa Adillatuhu menjelaskan, boleh membuat acara di jalan umum dengan dua syarat: (1) Ada jaminan keselamatan, (2) Mendapatkan ijin dari hakim atau instansi yang berwenang.

Baca Juga: Bagaimana Hukumnya Mengubur Suami-Istri dalam Satu Liang Lahat? Ini Penjelasan Ustadz Khalid Basalamah

Hukum memasang tenda di jalan?

Ulama berbeda pendapat tentang pembangunan atap atau kanopi yang melebar hingga ke jalan.

Mazhab Hanafi, Maliki, dan Syafii membolehkan hal ini jika tiang atau penyangganya berada di tanah milik pribadi, dan tidak membahayakan orang yang lewat.

Mereka berpandangan bahwa memasang atap yang melebar ke jalan raya termasuk memanfaatkan sesuatu yang tidak berkepemilikan, yaitu udara.

Mazhab Hanbali membolehkan pemasangan atap dan sejenisnya yang melebar ke jalan jika pemerintah memberi izin.

Namun, ulama mazhab Hanbali Imam Ibnu Qudamah melarang pemasangan atap yang melebar ke jalan, baik membahayakan orang yang lewat maupun tidak.

Baca Juga: Link Pengumuman Hasil PPPK Guru Tahap 2, Kamis 16 Desember 2021: Berikut Daftar Nama Lolos Seleksi

Kesimpulan

Bagi masyarakat yang terpaksa menggunakan jalan umum untuk kepentingan pribadi harus memperhatikan beberapa hal berikut:

1. Tidak menutup akses orang lain untuk menggunakan jalan tersebut.

2. Mendapatkan izin dari warga sekitar dan otoritas berwenang.

Jika kedua syarat di atas terpenuhi, maka boleh  menggunakan fasilitas umum tersebut.

Namun, penggunaan tempat privat lebih dianjurkan agar menghindari berbuat zalim kepada pengguna fasilitas yang lain. ***

 

Editor: Dzikri Abdi Setia

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler