Dianggap Lebih Ramah Lingkungan, Ini Sejumlah Alasan Pelegalan Jenazah Manusia Jadi Pupuk Kompos di California

- 27 September 2022, 11:15 WIB
Ilustrasi kompos.
Ilustrasi kompos. /Pixabay/jokevanderleij8./

Baca Juga: Sudah Cair BSU Tahap 3 2022 ke Rekening BTN, BNI, BRI, Mandiri, dan BSI Jika Ada Notifikasi Ini, Cek Sekarang!

Sementara itu, pihak yang kurang mendukung menyatakan bahwa gagasan tersebut dianggap bahwa orang yang mereka cintai diubah menjadi kotoran.

Konferensi Katolik California menentang undang-undang tersebut, menulis dalam surat bulan Juni bahwa pengomposan manusia ”mengurangi tubuh manusia menjadi sekadar komoditas sekali pakai”, seperti yang dilaporkan oleh Jonah McKeown dari Catholic News Agency.

Hal yang sama juga terjadi di New York, di mana RUU pengomposan manusia telah diusulkan, Konferensi Katolik Negara Bagian New York menyatakan oposisi serupa, menulis bahwa proses tersebut gagal untuk "melindungi dan melestarikan martabat dan rasa hormat dasar manusia."

Lalu, bagaimana sebenarnya proses yang berlangsung sehingga pengomposan jenazah ini dianggap lebih ramah lingkungan dan bisa menjadi solusi bagi masalah lingkungan di kemudian hari?

Proses pengomposan manusia dilakukan dengan cara memasukkan tubuh ke dalam bejana baja, kemudian menutupinya dengan bahan organik seperti jerami, serpihan kayu dan alfalfa.

Baca Juga: Pendataan Non ASN 2022: Ini Alur, Syarat, dan Kriteria Honorer yang Bisa Daftar, Ditutup 30 September 2022

Digunakan mikroba khusus untuk memecah mayat dan materi tanaman yang akan mengubah berbagai komponen menjadi tanah yang kaya nutrisi dalam waktu sekitar 30 hari.

Proses ini dibantu oleh staf di rumah duka khusus pengomposan manusia kemudian mengeluarkan kompos dari wadah dan membiarkannya mengering selama dua hingga enam minggu.

Menurut Recompose setiap tubuh manusia menghasilkan sekitar satu meter kubik kompos, lalu hasilnya dapat digunakan oleh anggota keluarga, seperti dengan mencampurkannya ke dalam petak bunga, atau mereka dapat menyumbangkannya untuk disebarkan di kawasan konservasi.

Halaman:

Editor: Ririn Handayani


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah