Namun, nahas, putrinya Ade Irma Nasution tewas tertembak dan ajudannya, Lettu Pierre Andreas Tendean dibawa serta ke Lubang Buaya bersama dengan tiga Jenderal yang masih hidup.
Di sana, S. Parman, Soeprapto, dan Sutoyo dipaksa untuk menandatangani menandatangani Dokumen Dewan Jenderal, yang isunya ingin mengkudeta Soekarno.
Tak gentar, para Jenderal dan perwira kebanggaan negeri menolak untuk menandatangani dokumen palsu itu. Membuat mereka harus merenggang nyawa dengan cara yang menyakitkan.
Pierre dan ketiga Jenderal tersebut harus mengalami penyiksaan secara fisik, mulai dari disayat silet, dicongkel matanya, diikat di pohon, dan kemudian ditembak hingga mati.
Jasad mereka kemudian di masukkan ke dalam sebuah sumur tua yang sempit di daerah Lubang Buaya pada 1 Oktober 1965 dan kemudian jasad mereka kembali ditembaki untuk memastikan bahwa ke-7 perwira kebanggaan bangsa ini memang sudah meninggal.
Sumur tua sempit itu berlokasi di Lubang Buaya, Jakarta Timur. Jasad para perwira TNI AD ini pun baru ditemukan pada 3 Oktober 1965.
Diangkat pada 4 Oktober, dan dimakamkan secara layak di Taman Makam Pahlawan Kalibata pada 5 Oktober 1965.
Kini ke-7 perwira yang gugur tersebut dikenal sebagai Pahlawan Revolusi.