Imbas Pandemi: TMII Bagai Kuburan Hidup, Para Seniman Mengandalkan Donasi untuk Bisa Bertahan

29 September 2020, 14:45 WIB
Ilustrasi: jalanan senggang Jakarta saat PSBB/ /PIXABAY/ruang-sopian



SEPUTAR LAMPUNG – Pandemi Covid-19 meluluhlantakkan hampir semua sektor ekonomi.

Salah satu yang sangat terdampak adalah sektor pariwisata di mana para pelaku ekonomi kreatif selama ini menjadikannya sebagai sumber penghasilan.

Gelombang tsunami pandemi tak hanya menghantam pelaku ekonomi kecil, namun juga pelaku ekonomi besar yang selama ini sudah memiliki brand terkenal.

Kebijakan penguncian wilayah (lockdown) atau pembatasan sosial berskala besar (PSBB) seperti yang diberlakukan di DKI Jakarta kian membuat pelaku ekonomi kreatif kian terpuruk.

Salah satunya dirasakan oleh para seniman, terutama seniman di Taman Mini Indonesia Indah (TMII).

Baca Juga: Belajar dari Malaysia, Pajak Mobil Baru 0 Persen Membuat Penjualan Unit Meningkat Pesat

Sebagaimana diberitakan oleh Galamedia sebelumnya dalam artikel berjudul “TMII Bagai Kuburan Hidup, Para Seniman Terpaksa Mengandalkan Donasi untuk Bisa Bertahan", para seniman TMII yang tergabung dalam komunitas seniman TMII ini terpaksa harus mengemis dan mengandalkan donasi dari pemerintah (Pemorv) DKI Jakarta.

"Teman-teman melaksanakan konser virtual dengan berbagai tajuk dan cara untuk donasi, tetapi kan seniman semestinya tidak harus bekerja dengan cara donasi konser," kata Koordinator Seniman Tari dan Musik TMII, Armen yang dilansir Antara, Selasa 29 September 2020.

Menurut Armen, PSBB yang diterapkan secara terus menerus oleh pemerintah telah menutup ruang kreativitas seniman dalam berkarya untuk memperoleh penghasilan.

Bahkan kata Armen, penutupan sementara kawasan wisata TMII sebagai upaya mencegah penularan Covid-19 nyatanya menjadi 'kuburan hidup' bagi ratusan seniman di Jakarta khususnya, TMII.

Baca Juga: Waspada! Hasil Riset Sebut 10 Ibu Kota Provinsi Ini Berpotensi Tersapu Tsunami Setinggi 20 Meter

"TMII misalnya, PSBB berlanjutan membuat aktivitas kami mati, TMII sekarang seperti kuburan hidup bagi kami, aktivitas mati karena dikontrol petugas," ujarnya.

Satu-satunya peluang mencari pendapatan, kata Armen, hanya melalui konser virtual yang memanfaatkan fasilitas media sosial dengan mencantumkan permintaan donasi.

Armen mengatakan konser tidak seharusnya digelar dengan donasi, sebab seniman harus berkarya.

"Bagi saya agak malang juga seniman lakukan itu (donasi melalui konser virtual). Takutnya kalau Covid-19 selesai, seniman akan ke bawa terus dengan kebiasaan itu. Sedangkan seniman itu berkaitan dengan mempertahankan marwah budaya," katanya.

Donasi yang terkumpul melalui konser virtual pun terkadang tidak sesuai harapan untuk bisa memenuhi kebutuhan dasar anggota.

Baca Juga: Kisah Sedih Pedagang Masker Scuba: Penjualan Anjlok, Dulu Terjual 30 Kini Sehari Hanya Laku Satu

"Tapi saya tidak bisa salahkan teman-teman, sebab pergerakan kita memang sudah tidak ada lagi. Donasi itu memakan waktu dan tenaga, malah kadang ada, kadang tidak pemasukan," ujarnya.

Armen tidak menampik perhatian pemerintah daerah dalam bentuk pemberian sembako berisi beras, minyak, gula, dan lainnya.

Namun bantuan tersebut belum sepenuhnya menutupi kebutuhan dasar profesi seniman di Jakarta.

"Kalau hanya bantuan sosial beras, minyak dan lainnya itu hanya kebutuhan perut saja. Tapi bagimana mereka sewa tempat tinggal, listrik, khususnya mereka yang berkeluarga itu seperti apa? Ini harus ada rundingan lebih jauh," katanya.

Solusi jitu

Komunitas seniman TMII pun saat ini tengah menanti solusi jitu dari pemerintah untuk mengatasi persoalan ekonomi di tengah PSBB yang diterapkan secara berkelanjutan.

"Saya tahu bahwa mengurus warga dalam jumlah besar itu susah, tapi apa langkah jitunya saat kesenian di ruang budaya itu ditutup semua," Armen.***(Kiki Kurnia/Galamedia)

Editor: Dzikri Abdi Setia

Sumber: Galamedia

Tags

Terkini

Terpopuler