Sejarah G30S PKI: Tragedi Paling Berdarah di Indonesia pada 1965, 6 Jenderal Diculik dan Dihabisi Tanpa Ampun

29 Agustus 2022, 17:30 WIB
G30S PKI.* /Instagram

SEPUTARLAMPUNG.COM - G30S PKI merupakan peristiwa sejarah paling berdarah yang terjadi setelah kemerdekaan Indonesia.

Peristiwa ini mewaskan 6 (enam) Jenderal dan 1 perwira militer Indonesia.

G30S PKI sendiri merupakan singkatan dari Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia.

G30S PKI terjadi pada 30 September 1965 hingga 1 Oktober 1965 di Jakarta dan Yogyakarta.

Baca Juga: Jadwal TV Hari Ini Selasa, 30 Agustus 2022: MNCTV, GTV, Trans 7, Trans TV, ANTV, RCTI, Indosiar, NET TV, SCTV

Berikut sejarah G30S PKI

G30S PKI merupakan gerakan yang bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Sukarno dan mengubah Indonesia menjadi negara komunis.

Gerakan ini dipimpin oleh DN Aidit, yang pada saat itu merupakan Ketua Partai Komunis Indonesia (PKI).

Gerakan ini dikomandani oleh Letkol. Untung dari Komando Balation I resimen Cakrabirawa. Dia menunjuk Lettu. Dul Arief sebagai ketua pelaksana penculikan para petinggi TNI.

Di bawah komando Lettu. Dul Arief, gerakan ini mulai bergerak pada pukul 03.00 WIB. Mereka mulai mendatangi satu persatu rumah para Jenderal TNI yang jaraknya berdekatan.

Baca Juga: Jadwal TV Hari Ini Selasa, 30 Agustus 2022: MNCTV, GTV, Trans 7, Trans TV, ANTV, RCTI, Indosiar, NET TV, SCTV

Singkat cerita, pasukan tak kenal ampun ini berhasil menculik 6 enam Jenderal, yakni Letjen. Ahmad Yani, Mayjen. R. Soeprapto, Mayjen. Harjono, Mayjen. S. Parman, Brigjen D.I. Panjaitan dan Brigjen Sutoyo.

Tiga di antaranya yakni Ahmad Yani, Panjaitan, dan Harjono dibunuh di tempat. Sedangkan Mayjen. R. Soeprapto, Mayjen. S. Parman, dan Brigjen Sutoyo dibawa ke Lubang Buaya bersama dengan mayat ketiga Jenderal tersebut.

Di sisi lain, Panglima TNI A.H. Nasution yang sebenarnya menjadi target utama dari operasi ini berhasil meloloskan diri dengan melompat ke Kedutaan Besar Irak.

Namun, nahas, putrinya Ade Irma Nasution tewas tertembak dan ajudannya, Lettu Pierre Andreas Tendean diculik.

Di lubang buaya para Jenderal yang masih hidup bersama dengan Lettu Pierre Tendean dipaksa menandatangani dokumen  'Dewan Jenderal'.

Dokumen tipu muslihat buatan PKI itu merupakan 'alat' yang ingin dijadikan PKI untuk menguatkan isu bahwa Angkatan Darat ingin melakukan kudeta terhadap pemerintahan yang sah.

Kegigihan ketiga Jenderal dan Lettu Pierre Tendean yang tidak menandatangani dokumen palsu tersebut membuat keempatnya disiksa habis-habisan.

Baca Juga: TOP 20 SMK Negeri dan Swasta Terbaik se-Indonesia Versi LTMPT Kemdikbud Berdasarkan UTBK 2022, Ada Sekolahmu?

Akhirnya keenam Jenderal tersebut bersama dengan Lettu Pierre Tendean tewas terbunuh dan jenazah mereka dimasukkan ke sumur kecil di Lubang Buaya.

Kejamnya, catatan sejarah mengatakan, saat itu demi memastikan bahwa mereka sudah meninggal, mayat-mayat yang telah masuk ke dalam sumur tersebut kemudian ditembaki lagi.

Jasad mereka kemudian ditutup dengan sampah pohon karet, selanjutnya ditutup tanah dan ditanami pohon pisang utuh di atasnya untuk menutup jejak kejam para PKI.

Mayat para Jenderal ini kemudian ditemukan pada 3 Oktober 1965 dan mayat mereka baru diangkat dari sumur Lubang Buaya pada 4 Oktober 1965.

Tak hanya para petinggi TNI AD yang menjadi sasaran 'keganasan' PKI. Ada beberapa orang lainnya juga turut menjadi korban G30S PKI, yakni:

1. Bripka Karel Satsuit Tubun (Pengawal kediaman resmi Wakil Perdana Menteri II dr.J. Leimena)
2. Kolonel Katamso Darmokusumo (Komandan Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta)
3. Letkol Sugiyono Mangunwiyoto (Kepala Staf Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta)

Baca Juga: Sinopsis Miracle in Cell No 7 versi Indonesia, Ini Bocoran Jadwal Tayang di Bioskop Indonesia

Kolonel Katamso dan Letkol. Sugiono menjadi korban karena tidak mendukung gerakan ini.

Tak berhenti di sana, berhasil menculik dan membunuh petinggi AD, PKI kemudian menguasai gedung Radio Republik Indonesia.

Mereka kemudian mengumumkan sebuah Dekrit yang diberi nama Dekrit Nomor 1, yakni pernyataan bahwa gerakan G30S adalah upaya penyelematan negara dari Dewan Jenderal yang ingin mengambil alih pemerintahan resmi Indonesia.

Penumpasan G30S PKI

Penumpasan G30S PKI dipimpin langsung oleh Mayjen Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad).

Setelah menerima laporan, Mayjen Soeharto langsung mengambil alih pimpinan Angkatan Darat guna menindak-lanjuti peristiwa yang terjadi pada 30 September 1965.

Langkah penumpasan dimulai pada 1 Oktober 1965, TNI berusaha menetralisasi pasukan-pasukan yang menduduki Lapangan Merdeka.

Mayjen Soeharto juga menugaskan Kolonel Sarwo Edhi Wibowo untuk merebut kembali gedung RRI dan Pusat Telekomunikasi, tugas tersebut selesai dalam waktu singkat dan tanpa pertumpahan darah.

Dengan dikuasainya RRI dan Telekomunikasi, pada jam 20.00 WIB Soeharto mengumumkan bahwa telah terjadi perebutan kekuasaan oleh gerakan 30 September 1965 , beliau juga mengumumkan bahwa Presiden Soekarno dan Menko Hankam/KASAB Jenderal A.H. Nasution dalam keadaan selamat.

Operasi penumpasan berlanjut ke kawasan Halim Perdanakusuma pada 2 Oktober 1965, tempat pasukan G30S mengundurkan diri dari kawasan Monas.

Berkat keterangan Polisi Sukitman yang berhasil lolos dari penculikan PKI, Soeharto dan pasukannya berhasil menemukan jenazah para Jenderal.

Tepat pada 5 Oktober 1965, jenazah para Jenderal dan Lettu Pierre Tendean kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta.

Para perwira yang gugur akibat pemberontakan ini diberi penghargaan sebagai Pahlawan Revolusi.

Baca Juga: Profil TOP 5 SMA-MA Terbaik di Kota Kediri yang Masuk TOP 1000 Nasional LTMPT Terbaru 2022

PKI Dibubarkan

Operasi penumpasan PKI berlanjut dengan menangkap orang-orang yang dianggap bertanggung jawab pada peristiwa itu. Pada 9 Oktober 1965, Kolonel A. Latief berhasil ditangkap di Jakarta.

Pada 11 Oktober 1965, Letkol Untung berhasil ditangkap di Tegal ketika ingin melarikan diri ke Jawa Tengah.

Selain itu para petinggi PKI seperti D.N Aidit, Sudisman, Sjam dan sebagainya juga ditangkap oleh TNI pada 22 November 1965.

Selanjutnya, pada 14 Februari 1966 beberapa tokoh PKI dibawa kehadapan sidang Mahkamah Luar Biasa (Mahmilub).

Desakan masyarakat Indonesia terkait pembubaran PKI yang makin menggema membuat Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret 1966.

Dimana dengan adanya surat itu, Soeharto langsung mengeluarkan larangan terhadap PKI dan ormas-ormas dibawahnya.

Demikian sejarah lengkap G30S PKI, peristiwa paling berdarah di Indonesia pada September 1965.***

Editor: Nur Faizah Al Bahriyatul Baqir

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler