Di Atas Angin, Yusril Ihza Mahendra Patahkan Semangat PSI untuk Memakzulkan Anies Baswedan

25 November 2020, 14:54 WIB
Pakar Hukum Tata Negara Prof. Yusril Ihza Mahendra mengatakan kepala daerah dipilih oleh rakyat, sehingga Presiden dan Mendagri tidak bisa memberhentikan mereka. /Twitter.com/@Yusrilihza_Mhd


SEPUTAR LAMPUNG - Dinamika politik yang sangat dinamis dalam beberapa waktu terakhir mencuatkan sejumlah isu pemakzulan dan bahkan kudeta.

Isu semacam ini biasanya bergulir di saat pemimpin dianggap telah melakukan pelanggaran.

Nyatanya, secara hukum politik ini tidak mudah dilakukan. Seperti yang terjadi dalam kasus Anies Baswedan.

Sebagaimana diketahui, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akhir-akhir ini menjadi sorotan seiring dengan banyaknya kerumunan yang terjadi di wliayahnya.

Hal ini membuat munculnya wacana penurunan atau pencopotan kepala daerah yang dianggap telah membiarkan pelanggaran terhadap protokol kesehatan Covid-19 di daerahnya.

Baca Juga: Nikmati Gratis Ongkir Sepuasnya dan Cashback Kilat di Shopee Gajian Sale!

Menanggapi hal ini, pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menyatakan Menteri dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian maupun Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak memiliki kewenangan untuk mencopot kepala daerah yang telah dipilih oleh rakyat.

Hal ini merespons polemik Instruksi Nomor 6 tahun 2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19 yang dikeluarkan Mendagri Tito Karnavian pada Rabu 18 November 2020.

Instruksi itu disebut memberi kewenangan Mendagri untuk mencopot kepala daerah yang melanggar atau membiarkan pelanggaran protokol kesehatan di tengah penanganan pandemi virus corona (Covid-19).

Baca Juga: KPK Tangkap Menteri KKP Edhy Prabowo di Bandara Soekarno Hatta Setiba dari Amerika Serikat

"Kalau ditanya apakah bisa diberhentikan, apakah Gubernur itu bisa diberhentikan oleh Presiden? Tentu tidak. Apakah Mendagri bisa memberhentikan Bupati, Wali Kota? Tentu tidak," kata Yusril dalam acara ILC di TVOne, Selasa malam 24 November 2020.

Artikel ini sebelumnya telah tayang di Galamedia.com dengan judul "Yusril Ihza Mahendra Patahkan Semangat PSI, Anies Baswedan Sangat Sulit Dimakzulkan".

Disebutkan, Gubernur, Bupati, dan Wali Kota adalah kepala daerah yang dipilih langsung oleh rakyat. Maka, pemberhentian mereka hanya bisa dilakukan oleh rakyat lewat mekanisme tidak langsung di DPRD.

Dalam prosesnya, lanjutnya, DPRD melakukan sejumlah mekanisme seperti interpelasi, hak angket, hingga penyampaian pendapat sebelum kemudian dibawa ke Mahkamah Agung.

Baca Juga: Profil dan Harta Kekayaan Edhy Prabowo: Menteri Kelautan dan Perikanan yang Ditangkap KPK

Interpelasi adalah permintaan badan anggota legislatif kepada pemerintah mengenai kebijakan di bidang tertentu.

"Lalu dengan pernyataan pendapat, bahwa kepala daerah itu telah melanggar pasal 67b, lalu kemudian pendapatnya itu disampaikan kepada Mahkamah Agung untuk diputuskan apakah beralasan hukum atau tidak," kata Yusril.

Yusril turut menyinggung asas contrarius actus yang disebut menjadi dasar kewenangan Mendagri atau Presiden dapat mencopot kepala daerah. Menurut dia, asas tersebut tak bisa digunakan sebagai dasar pencopotan kepala daerah oleh pemerintah pusat.

Sebagai definisi, contrarius actus memberi kewenangan badan atau pejabat tata usaha negara yang menerbitkan keputusan tata usaha negara, berwenang membatalkannya.

Menurut Yusril, asas tersebut tidak bisa digunakan Presiden atau Mendagri sebagai dasar atau legalitas untuk mencopot kepala daerah. Sebab, katanya, kepala daerah telah dipilih oleh rakyat sebelum kemudian ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Baca Juga: Profil Iis Rosita Dewi, Istri Edhy Prabowo yang Ikut Ditangkap KPK Sepulang dari Amerika Serikat

Mantan Menteri Sekretariat Negara era Presiden keenam RI SBY itu menjelaskan sekalipun Presiden mengeluarkan surat keputusan (SK) pengesahan, keputusan tersebut hanya bersifat ketetapan.

Sementara, rakyat dan KPU tetap menjadi pihak yang telah mengangkat seseorang menjadi kepala daerah.

"Jadi tidak bisa Presiden memberhentikan gubernur, bupati dan wali kota karena dia (presiden) menerbitkan SK. SK-nya itu adalah keputusan tentang pengesahan. Bukan presiden yang menunjuk dia menjadi gubernur atau bupati, wali kota," kata dia.

"Karena itu presiden tetap tidak bisa memberhentikan gubernur bupati wali kota itu dan tidak bisa menggunakan prinsip contrarius actus di situ," imbuh Yusril.

Yusril juga menyebut pemberhentian terhadap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan lewat mekanisme politik saat ini sulit dilakukan.

Baca Juga: Kabar Baik untuk Guru Honorer di Bandarlampung, 3 Ribu Nama akan Diajukan Jadi PPPK

Sebelumnya, Fraksi PSI di DPRD DKI Jakarta berencana mengajukan hak Interpelasi untuk meminta keterangan Anies yang diduga melakukan pembiaran terhadap kerumunan oleh ribuan simpatisan Rizieq di sejumlah tempat.

Yusril berpendapat, secara politis Anies akan sulit dimakzulkan karena alasan telah melakukan pelanggaran dengan membiarkan kerumunan di tengah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) DKI Jakarta.

"Secara politis saya menganggap bahwa itu kecil sekali kemungkinannya akan terjadi pada gubernur DKI. Tapi secara teoritis hukuman, prosedur seperti itu bisa saja terjadi. Walaupun fraksi PSI mau mencoba silakan. Tentu akan dihadapi oleh fraksi-fraksi lainnya, membela gubernur," katanya.

Sebelumnya, Gubernur Anies Baswedan disorot usai sejumlah kerumunan terjadi di Jakarta dalam acara-acara yang menghadirkan pimpinan FPI Habib Rizieq Shihab.***(Dicky Aditya/Galamedia)

Editor: Ririn Handayani

Sumber: Galamedia

Tags

Terkini

Terpopuler