Dan di antara tafisr dari kalimat al-humazah adalah mereka yang memakan daging manusia. Sedangkan al-lumazah adalah orang-orang yang mencela dan menggunjing orang lain. Inilah di antara tafsiran para salaf tatkala berbicara tentang ayat ini.
Para ulama mengatakan, “Ghibah adalah petir yang menghancurkan amalan taat.” Tatkala seseorang menggibahi orang lain, maka pahala kebaikan yang telah dia lakukan akan diberikan kepada orang yang dia ghibahi. Karena itulah Abdullah bin al-Mubarak mengatakan,
لَوْ كُنْتُ مُغْتَابًا أَحَدًا لَاغْتَبْتُ وَالِدَيَّ لِأَنَّهُمَا أَحَقُّ بِحَسَنَاتِيْ
“Seandainya aku harus menggibahi seseorang, maka aku akan menggibahi kedua orang tuaku. Karena keduanya yang paling berhak mendapat pahala amal baikku.” (Ibnu Batttal, Syarah Shahi al-Bukhari: 9/245).
Suatu ketika, Amr bin al-Ash radhiallahu ‘anhu melihat bangkai bighal, lalu dia berkata,
لَأَنْ يَأْكُلَ الرَّجُلُ مِنْ هَذَا حَتَّى يَمْلَأَ بَطْنَهُ، خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ رَجُلٍ مُسْلِمٍ
“Sungguh seandainya seseorang memakan bangkai ini sampai perutnya kenyang, itu lebih baik dibanding ia memakan daging seorang muslim.” (al-Mundziri, at-Targhib wa at-Tarhib: 3/329).
Saudaraku kaum muslimin,
Sesungguhnya kehormatan seorang muslim itu haram untuk dinodai sebagaimana haramnya menumpahkan darah mereka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan hal tersebut saat haji wada’.