72. قَالَ اَلَمْ اَقُلْ اِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيْعَ مَعِيَ صَبْرًا
qāla a lam aqul innaka lan tastaṭī'a ma'iya ṣabrā
Dia berkata, “Bukankah sudah aku katakan, bahwa sesungguhnya engkau tidak akan mampu sabar bersamaku?”
73. قَالَ لَا تُؤَاخِذْنِيْ بِمَا نَسِيْتُ وَلَا تُرْهِقْنِيْ مِنْ اَمْرِيْ عُسْرًا
qāla lā tu`ākhiżnī bimā nasītu wa lā tur-hiqnī min amrī 'usrā
Dia (Musa) berkata, “Janganlah engkau menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah engkau membebani aku dengan suatu kesulitan dalam urusanku.”
74. فَانْطَلَقَا ۗحَتّٰٓى اِذَا لَقِيَا غُلٰمًا فَقَتَلَهٗ ۙقَالَ اَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً؈ۢبِغَيْرِ نَفْسٍۗ لَقَدْ جِئْتَ شَيْـًٔا نُكْرًا ۔
fanṭalaqā, ḥattā iżā laqiyā gulāman fa qatalahụ qāla a qatalta nafsan zakiyyatam bigairi nafs, laqad ji`ta syai`an nukrā
Maka berjalanlah keduanya; hingga ketika keduanya berjumpa dengan seorang anak muda, maka dia membunuhnya. Dia (Musa) berkata, “Mengapa engkau bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sungguh, engkau telah melakukan sesuatu yang sangat mungkar.”