Selanjutnya, ada ibadah yang sifatnya mewakili keluarga, contohnya qurban. Hal Ini berdasarkan kesimpulan yang pernah disampaikan oleh Abu Ayyub Al-Anshari Radhiyallahu ‘Anhu, ketika beliau ditanya Atha’ bin Yasar (seorang ulama Tabi’in):
كيف كانَت الضَّحايا على عهدِ رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ علَيه وسلَّم؟
“Seperti apakah qurban di zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam?”
Jawab Abu Ayub:
كانَ الرَّجلُ يُضحِّي بالشَّاةِ عنهُ وعن أهلِ بيتِه فيأكلونَ ويَطعمونَ
“Dulu di zaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam seorang kepala keluarga (ayah) berqurban dengan seekor kambing atas nama dirinya dan seluruh anggota keluarganya, mereka makan sebagian dan mereka berikan sebagian kepada orang lain.”
Sehingga qurban itu bukanlah ibadah perorangan, tapi ibadah kelompok satu keluarga. Maka tidak ada istilah tahun ini qurban atas nama bapak, tahun besok atas nama ibu, besok lagi atas nama anak pertama, masing-masing satu anak berqurban satu ekor dan tidak dilibatkan yang lain.
Ini sangat disayangkan karena berarti dia telah membatasi pahala. Padahal, Anda bisa melakukan kegiatan qurban yang pahalanya lebih luas dan menyeluruh untuk seluruh anggota keluarga, yakni dengan cara berqurban melibatkan mereka dalam penyebutan pada saat menyembelih.