Mencari rezeki untuk memenuhi kebutuhan hidup, menjaga kesehatan, menghindarkan diri dari hal yang membahayakan dan rangkaian ikhtiar lainnya, selain merupakan sifat manusiawi, siapapun akan melakukannya, yang demikian itu juga merupakan perintah.
Namun juga jangan lupa, dalam berikhtiar dan berupaya, kita sandarkan hasil akhir dan keputusannya kepada Allah, seperti itulah yang dinamakan tawakal. Mempercayakan sepenuhnya dalam segala hal, baik itu urusan duniawi maupun ukhrawi, kepada Allah Swt. dengan tetap berusaha sampai batas kemampuan.
Hadirin rahimakumullah
Orang yang tawakal dan selalu menggantungkan segala urusannya kepada Allah itu diibaratkan hubungan anak kecil dengan ibunya. Bagi anak, ibu adalah satu-satunya yang ia kenal sekaligus menjadi pemenangnya. Ia akan mencari sosok ibunya kala jauh. Anak akan mempercayakan segala urusannya kepada ibu. Mulai makan, minum dan membersihkan tubuhnya, karena dia tidak tahu dan merasa tidak mampu untuk melakukan itu semua. Ia hanya bisa menangis atas keinginan dan apa yang dirasakannya.
Begitupun selayaknya bagi seorang hamba, urusan rezeki, umur, jodoh dan segala hal yang sudah di luar kemampuan, hendaknya kita rengekkan kepada Allah. Karena hanya Dia yang bisa memenuhi semua itu dan Dia yang tahu bagaimana sebaiknya. Firman-Nya dalam sebuah hadis qudsi :
قال النَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم – : يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى : أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بي ، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِيْ
Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya Allah berkata: “Aku sesuai prasangka hambaku pada-Ku dan Aku bersamanya apabila ia memohon kepada-Ku” (HR Muslim)
Hadirin jamaah jumat rahimakumullah
Usaha keras, berdoa, berobat saat sakit, meminta tolong kepada orang lain dalam menggapai sebab-sebab yang dapat mengantarkan seseorang untuk menggapai keinginannya, semua itu tidaklah membatalkan pengertian dari tawakal itu sendiri. Bahkan yang demikian termasuk dalam rangkaian tawakal.