Ustaz Adi Hidayat mengatakan menurut penafsiran hadist di atas oleh para ulama ada dua hal.
"Pertama ada yang mengartikan anjingnya sebagai hewan. Kedua, ada yang menafsirkan lebih dalam lagi, yaitu najis yang melekat pada liurnya [anjing], sesuatu yang kotor," terang Adi Hidayat seperti dikutip seputarlampung.com dari Youtube Teman Hijrah pada Selasa, 23 November 2021.
Ustaz lulusan Fakultas Dirasat Islamiyyah UIN Syarif Hidayatullah itu kemudian menerangkan arti kata Anjing dalam hadist tersebut mengumpakan ketidaktahuan terkait kapan Anjing menjilat tubuhnya.
"Sehingga liurnya menempel pada tubuhnya, kemudian anjing itu duduk di kursi, duduk di tempat, masuk ke mana-mana, jilat tempat lain, sehingga kotoran [dari air liur anjing] menyebar, maka malaikat tidak senang turun ke tempat [dengan kondisi] yang kotor ataupun bernajis," jelas Ustaz Adi Hidayat.
Artinya, malaikat tidak akan turun ke tempat atau rumah yang kondisinya kotor atau bernajis sekalipun tidak ada Anjingnya.
"Jadi, hati-hati ya, tempat-tempat kotor itu [membuat] malaikat tidak mau turun, itu tempatnya setan, tempatnya jin, tempat yang tidak pernah digunakan untuk berzikir, tempat yang tidak pernah dibersihkan, itu yang turun paling jin [bukan malaikat]," lanjutnya.
Kedua terkait patung atau gambar, menurut para ulama, umumnya yang dilarang dari benda-benda tersebut adalah 'makna' dari adanya benda itu sendiri.
"Ada nilai-nilai kesyirikan [dari memiliki patung atau memajang gambar tersebut], atau minimal yang mempunyai sifat makruh, [dimana jika ada patung atay gambar tersebut] membuat kita malas mengerjakan sesuatu," jelasnya.