Imam Taqiyuddin Al-Hishni dalam Kitab Kifayatul Akhyar menegaskan bahwa pengendalian diri dari makan, minum, dan hubungan badan merupakan batas minimal yang tidak dapat ditawar dan harus dipenuhi orang yang berpuasa.
واعلم أن الصائم يتأكد في حقه صون لسانه عن الكذب والغيبة وغير ذلك من الأمور المحرمة ففي صحيح البخاري من لم يدع قول الزور والعمل به فليس لله حاجة في أن يدع طعامه وشرابه
Artinya, “Ketahuilah, orang yang berpuasa sangat ditekankan untuk menjaga mulutnya dari perkataan dusta, ghibah, dan hal lain yang dilarang sebagaimana hadits dalam Bukhari, ‘Siapa saja yang tidak meninggalkan ucapan dusta dan mempraktikkan penipuan, maka Allah tidak berhajat pada ibadah puasanya di mana ia menahan diri dari makanan dan minumannya,'" (Lihat Imam Taqiyuddin Al-Hishni, Kifayatul Akhyar, [Darul Kutub Al-Ilmiyyah, 2001 M/1422 H], halaman 290).
Baca Juga: Waduh, China Ketahuan Bangun Pangkalan Militer di Natuna Utara, Bersiap untuk Perang?
Penegasan lain terkait pengendalian diri dari syahwat datang dari Imam Qaliyubi dalam kitab hasyiyahnya.
Pemenuhan syahwat (yang masuk ke dalam kategori tidak membatalkan puasa) sebagian besar tidak merusak ibadah puasa.
Kendati demikian, melakukan hal-hal yang mengundang syahwat dikatakan akan menjauhkan seseorang dari hikmah puasa yang hendak dituju dari syariat puasa itu sendiri.
وظاهر أن المراد الكف عن الشهوات ، التي لا تبطل الصوم كشم الرياحين ، والنظر إليها ولمسها لما في ذلك من الترفه الذي لا يناسب حكمة الصو