Khutbah Jumat Hari Ini 10 Juni 2022 Singkat dan Jelas, Tema: Ahli Waris dari Orang yang Meninggal Dunia

10 Juni 2022, 08:42 WIB
Khutbah Jumat terbaru. /Unsplash/Mohammad Wasim

SEPUTARLAMPUNG.COM – Khutbah Jumat hari ini 10 Juni 2022 singkat dan jelas. Tema Ahli waris dari orang yang meninggal dunia. Begini penjelasannya.

Orang yang telah meninggal biasanya meninggalkan harta untuk orang-orang yang ditinggalkan.

Harta yang ditinggalkan tersebut kemudian akan diberikan kepada ahli waris yang telah diwasiatkan oleh almarhum atau almarhumah.

Lalu bolehkah orang yang bukan ahli waris mendapatkan atau memperoleh harta warisan yang telah ditinggalkan oleh almarhum atau almarhumah?

Baca Juga: Naskah Materi Khutbah Jumat Terbaru Juni 2022 tentang Perkara Kematian yang Kerap Diabaikan Manusia

Naskah khutbah Jumat kali ini bisa dijadikan referensi bagi Khatib dalam memberi materi khutbah.

Dilansir SeputarLampung.com dari situs Nikmat Islam, berikut teks khutbah Jumat yang membahas tentang harta warisan yang berjudul Mengenal Fiqih Mawarist (Mawaris) yang bisa dijadikan referensi.

Khutbah Pertama.

الْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالمَين، الَّذِي قَدَّرَ المَوَارَيثَ فِي كِتَابِهِ المُبِين، وَأَمَرَ بإلحَاقِهَا بِأهْلِهَا عَنْ طَرِيقِ رَسُولِهِ الأمِينِ.

أَشْهَدُ أنْ لَا إلهَ إلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، أنْزَلَ الشَّريعَةَ هُدًى لِلنَّاسِ وَجَعَلَهَا طَريقاً وَاضِحاً لِسَعَادَةِ الدَّارَيْن في الدُّنْيَا والآخرة. وَأشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيبَنَا وَقُدْوَتَنَا مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ القائل في حديثه الشرثف: إنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ أوْ المَرْأَةَ بِطَاعَةِ اللهِ ستين سنة ثم يحضرهما الموت فيضاران بالوصية فيجب لهما النار

اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد، وعلى آله وصحبه أجمعين

أما بعد، فيا أيها المسلمون، ﴿اتَّقُوا اللهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ

Hadirin jamaah salat Jumat, rahimakumullah.

Baca Juga: KHUTBAH Jumat Hari Ini Edisi 10 Juni 2022, Tema: Persiapkan Bekal Akhirat dengan Menabung Amal

Allah swt. telah menurunkan syariat agama, dan telah pula menetapkan garis-garis pokoknya, telah menetapkan batasan-batasan yang jelas antara yang benar dan yang salah, antara yang halal dan yang haram.

Pada saat yang sama, hidup di dunia ini juga tidak lepas dari godaan setan, godaan nafsu, godaan syahwat, godaan keinginan untuk bersenang-senang, untuk menikmati indahnya dunia.

Godaan-godaan itu dimaksudkan untuk menguji siapakah di antara manusia yang mampu mengalahkan syahwatnya dan lebih mengedepankan menaati aturan Tuhan, dan siapa pula yang sebaliknya.

Di antara ajaran dalam syariat yang diturunkan Allah itu adalah tuntutan menyangkut harta waris. Banyak umat Islam yang belum menyadari dengan baik ihwal pembagian harta peninggalan ini.

Bahkan, ada ulama yang mengkhawatirkan, jika kondisi ketidaktahuan umat ini dibiarkan, boleh jadi praktik pembagian harta waris akan kembali seperti zaman Jahiliah dulu.

Pada masa itu, di jazirah Arab maupun di belahan bumi lain, pembagian harta waris tidak mencerminkan keadilan.

Perempuan pada masa itu tidak memperoleh bagian dari harta peninggalan orang tua atau kerabatnya yang meninggal dunia. Anak-anak juga tidak mendapat harta warisan, karena dinilai belum mampu mengelola keuangan, dan anak laki-laki dinilai belum mampu menunggang kuda untuk berperang, jadi tidak perlu diberi harta warisan.

Agama Islam turun, Rasulullah Muhammad saw. diutus dengan membawa ajaran yang terus berlaku hingga akhir zaman, salah satunya adalah ajaran tentang harta waris yang lebih mencerminkan rasa keadilan.

Allah swt. berfirman:

للرِّجَال نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الوَالِدَان وَالأقْرَبُون، وَللِنِّسّاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الوالِدان وَالأقْربُون مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أو كَثُرَ نَصِيباً مَفْرُوضاً.

Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan orang tua dan kerabatnya, baik sedikit maupun banyak, menurut bagian yang telah ditetapkan. (QS An-Nisa’ [4]: 7).

Baca Juga: Rencana Dimakamkan pada Senin 13 Juni 2022, Begini Kondisi Tubuh Eril saat Ditemukan di Bendungan Engehalde

Diriwayatkan di dalam hadis dari Jabir bin Abdillah r.a. bahwa istri Sa’d bin Ar-Rabi’ menghadap kepada Rasulullah saw. dengan membawa dua anak perempuannya yang yatim. Istri Sa’d berkata,

“Wahai Rasulullah, ini adalah dua anak perempuan Sa’d yang gugur ketika ikut bertempur bersama engkau dalam perang Uhud. Paman dua anak ini mengambil semua harta peninggalan Sa’d, dan tidak meninggalkan sedikitpun untuk putri-putri Sa’d ini. Sementera mereka perlu uang, antara lain untuk menikah.”

Rasulullah saw. menjawab dengan bersabda, “Allah telah memutuskan perkara ini.” Turunlah ayat Alquran yang berbicara tentang pembagian harta waris.

Rasulullah saw. pun mengutus seseorang untuk menemui paman putri-putri Sa’d itu dengan pesan, “Berikan dua pertiga harta peninggalan Sa’d kepada putri-putrinya, seperdelapan untuk ibunya, dan sisanya boleh kamu ambil.”

Itulah syariat Allah. Itulah cermin keadilan. Perempuan yang dulu dianggap tidak berharga sehingga tidak perlu mendapat harta warisan, oleh Islam diberi penghargaan, didudukkan terhormat antara lain dengan diberikan hak memperoleh harta peninggalan orang tua atau kerabat yang meninggal dunia.

Ayat di atas mengatakan للرجال نصيب, bagi laki-laki ada hak, وللنساء نصيب, dan bagi perempuan juga ada hak. Sama-sama memiliki hak memperoleh harta warisan orang tua.

Bukan cuma itu. Pihak-pihak yang bukan ahli waris pun yang hadir ketika pembagian harta warisan, boleh bahkan sebaiknya diberi pula bagian dari harta itu dalam bentuk sedekah. Itu bukan hak, tetapi sedekah. Lebih kepada kebaikan keluarga ahli waris, bukan hak yang bisa dituntut.

Bayangkan jika ada keponakan laki-laki yang membantu dan sering berada di rumah pamannya. Dia tahu sedikit banyak kekayaan sang paman.

Ketika paman itu meninggal dunia, sang keponakan tidak mendapat harta warisan sama sekali sesuai ketentuan agama, karena ayahnya (saudara dari sang paman yang meninggal) masih hidup. Sementara, dia melihat saudara-saudara sepupunya (yakni putra-putri sang paman yang meninggal) semua mendapatkan warisan.

Baca Juga: Naskah Khutbah Jumat Idul Adha 2022 dengan Tema Memaknai Esensi Idul Adha, Berhaji dan Berqurban

Tentu sedikit banyak hal itu membuatnya kecil hati. Nah, Islam memberi jalan keluar dengan cara memberi sebagian dari harta warisan itu kepada orang-orang yang secara aturan tidak berhak menerima harta waris.

Termasuk kategori ini adalah anak angkat. Secara aturan, anak angkat tidak menerima harta warisan dari orang tua angkatnya.

Ia berhak menerima harta warisan orang tua kandungnya. Tetapi, hidup sejak kecil bersama anak-anak kandung orang tua angkatnya, susah-senang bersama, tiba-tiba dalam pembagian harta warisan dia tidak dapat, tentu hal itu dapat membuat dia kecil hati. Karena itu, Islam memberi jalan keluar dengan cara sedekah.

Allah berfirman:

وإذا حَضَرَ القِسْمَةَ أولوا القُربى واليَتامَى والمساكين فارْزُقوهُم وَقٌولُوا لهم قولا معروفا

Apabila (saat) pembagian itu hadir beberapa kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, berilah mereka sebagian dari harta itu dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik. (QS An-Nisa’ [4]: 8).

Al-Qur'an dan Terjemahannya terbitan Kementerian Agama RI memberi catatan bahwa yang dimaksud dengan kerabat pada ayat ini adalah kerabat yang tidak mempunyai hak waris dari harta warisan (seperti keponakan pada saat ayahnya masih hidup).

Kita lihat, bahkan kepada orang yang tidak mempunyai hak waris saja, kita dianjurkan untuk memberikan kepada mereka sebagian dari harta waris jika dalam pembagian harta itu mereka ada, mereka hadir. Ini tentu saja bentuk kasih sayang sekaligus keadilan yang luar biasa. Rasa-rasanya tidak ada peradaban sebelum peradaban Islam yang mengajarkan seperti itu.

Jamaah Jumat, rahimakumullah.

Di sebagian masyarakat ada anggapan bahwa anak yang sudah berhasil secara pendidikan dan sudah mapan secara ekonomi, tidak perlu lagi mendapat harta warisan.

Anggapan itu tidak benar. Semua ahli waris berhak mendapat warisan sesuai ketentuan agama, tanpa melihat apakah anak itu berpendidikan tinggi atau rendah, sudah mapan atau belum mapan secara ekonomi.

Mengapa? Karena pada hakikatnya harta adalah milik Allah. Begitu seseorang meninggal dunia, maka harta yang selama ini dia pegang dan dia kelola, kembali lagi kepada Allah. Allahlah yang menentukan kepada siapa kemudian harta itu berpindah. Jadi, yang menentukan perpindahan harta waris orang yang meninggal dunia kemana, kepada siapa, berapa besarnya, itu Allah melalui syariat yang dibawa oleh Rasulullah saw.

Baca Juga: Jenazah Eril Ditemukan di Bendungan Engehalde, Ridwan Kamil Serukan Takbir

Rasulullah saw. ketika menjelaskan kepada umat Islam saat itu mengenai pembagian harta waris, beliau mengatakan demikian:

من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين، وإنما أنا قاسم والله عز وجل معطي.

Siapa yang dikehendaki menjadi baik oleh Allah, Allah membuatnya mengerti agama. Aku hanyalah pembagi (distributor), Allahlah yang memberi. (HR Bukhari).

Rasulullah saw. juga menyadari dan mengingatkan bahwa dalam membagi-bagikan harta warisan, manusia hanya berperan sebagai eksekutor, distributor, pelaksana pemberian Allah. Jangan mudah-mudah mengubah pembagian yang telah Allah tentukan.

Memang ada kondisi-kondisi tertentu yang membuat ahli waris tidak lagi berhak menerima harta warisan, yaitu jika ahli waris itu telah berpindah agama, telah murtad.

Anak yang bukan muslim tidak bisa mewarisi harta ayahnya yang muslim. Atau, jika sang anak membunuh orang tuanya, maka harta orang tuanya haram diwarisi oleh anak sang pembunuh itu.

Tidak jarang terjadi, seorang anak –karena didorong oleh nafsu ingin segera mendapat bagian harta orangtuanya– ia nekat membunuh orang tuanya. Tindakan jahat dan keji itu dibalas dengan tidak diberi hak waris kepada anak yang membunuh orang tuanya itu.

Di sisi lain, terkadang kita menemukan orang tua yang jauh-jauh hari telah mewasiatkan harta untuk salah seorang anaknya, atau membangunkan rumah untuk anak tertentu. Ini juga tidak benar.

Pertama, karena hal berpotensi merugikan ahli waris yang lain.

Rasulullah saw. telah mengingatkan kita dengan sabdanya yang kita baca di awal khutbah ini, “Seseorang, baik laki-laki maupun perempuan, sesungguhnya telah beramal baik dan taat kepada Allah selama enam puluh tahun. Kemudian, di usia senjanya ketika ajal tiba menjemputnya ia berwasiat (tentang harta warisan) secara tidak adil (menyalahi aturan Allah), maka dia pasti masuk neraka.” (HR Abu Daud).

Kedua, orang yang memangkas hak harta waris bagi ahli waris lainnya diancam dengan pemotongan haknya pula dari surga.

Dalam sebuah atsar, yakni ucapan sahabat, disebutkan “Siapa yang memotong hak waris dari ahli waris, maka Allah akan memangkas haknya untuk tinggal di surga.”

Ketiga, mewasiatkan sebagian harta tertentu kepada ahli waris tertentu –tanpa mempertimbangkan ketentuan waris menurut syariat—itu juga berarti melawan perintah Allah dan Rasul-Nya.

Baca Juga: Mati Tenggelam, Bagaimana Cara Mengkafani dan Menyalatkan Jenazah, Apa Dimandikan? Ini Aturannya dalam Islam

Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah telah memberi hak kepada setiap ahli waris yang berhak, karena itu tidak boleh ada wasiat kepada ahli waris.” (HR Bukhari dan Muslim).

Berwasiat dengan mengalokasikan sebagian harta hanya dibolehkan kepada orang yang bukan ahli waris. Dan besarnya pun tidak boleh melebihi sepertiga dari total harta peninggalan. Ini kita pahami dari hadis berikut.

Suatu ketika Rasulullah saw. membesuk Sa’d bin Abi Waqqas r.a. yang sedang berbaring sakit. Sa’d berkata kepada Rasulullah,

“Wahai Rasulullah. Aku adalah orang berharta. Tidak ada yang mewarisi hartaku kecuali satu anak perempuanku. Bolehkah aku menyedekahkan dua pertiga hartaku?” Beliau menjawab, “Jangan.” Sa’da berkata, “Kalau begitu, setengah.” Rasulullah menjawab lagi, “Jangan.” Sa’d kemudian berkata lagi, “Kalau begitu, sepertiga.” Rasulullah menjawab, “Ya. Sepertiga. Dan sepertiga adalah banyak.” Setelah itu Rasulullah menjelaskan, “Jika engkau meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan, itu lebih baik daripada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin lalu meminta-minta kepada orang lain.” (HR Bukhari Muslim).

Apa yang diuraikan di sini hanya sedikit sekali dari beberapa ketentuan agama mengenai harta warisan. Tetapi, dari yang sedikit itu, setidaknya kita berharap ada nilai-nilai moderasi di situ. Ada nilai keadilan di situ.

Sayang kepada anak tertentu tidak boleh membuat kita membedakannya dari anak yang lain dengan memberikan nya harta warisan lebih banyak.

Di sisi lain, anak angkat yang secara ketentuan waris tidak berhak mendapat harta warisan, tetap perlu kita perhatikan dengan memberinya sedekah. Ketiga, dalam hal kita bersedekah kepada yang bukan ahli waris itu, sebaiknya tidak lebih banyak dari sepertiga harta peninggalan.

Sungguh sebuah nilai keadilan dan moderasi dalam ajaran agama. Mudah-mudahan bermanfaat buat kita semua.

بارك الله لي ولكم في القرآن الكريم، ونفعنى وإياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم، أقول قولي هذا وأستغفر الله العظيم لي ولكم، فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم.

Khutbah Kedua.

اَلْحَمْدُ لله حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا اَمَرَ. اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ اِرْغَامًا لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَكَفَرَ. وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَحَبِيْبُهُ وَخَلِيْلُهُ سَيِّدُ الْإِنْسِ وَالْبَشَرِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ وَ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى اَلِهِ وَ اَصْحَابِهِ وَ سَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا.

اَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ الله اِتَّقُوْا الله وَاعْلَمُوْا اَنَّ الله يُحِبُّ مَكَارِمَ الْأُمُوْرِ وَ يَكْرَهُ سَفَاسِفَهَا وَاِنَّهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْفَاسِقِيْنَ. قال تعالى في كتابه الكريم: إنَّ اللهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلى النَّبِيّ، يَا أيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً.

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ وَ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ وَسَلَّمْتَ وَبَارَكْتَ عَلَى اِبْرَاهِيْمَ وَ َلَى اَلِ اِبْرَاهِيْمَ فِى الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ

حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ يَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ. اَللَّهُمَّ رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ اِذْهَدَيْتَنَا وَ هَبْلَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً اِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّابُ. رَبَّنَا لَا تَجْعَلْ فِى قُلُوْبَنَا غِلًّا لِلَّذِيْنَ اَمَنُوْا رَبَّنَا اِنَّكَ رَؤُوْفٌ رَّحِيْمٌ. رَبَّنَا هَبْلَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَ ذُرِّيَّتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَ اجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا. رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِى الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ.

عِبَادَ الله! اِنَّ الله يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَ الْإِحْسَانِ وَ اِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَ يَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَ الْمُنْكَرِ وَ الْبَغْىِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَّكَّرُوْنَ فَاذْكُرُوْا الله الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَ اشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَ لَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرُ وَ اللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ

Nah itulah khutbah Jumat yang membahas tentang fiqih ahli waris.***

Editor: Desy Listhiana Anggraini

Sumber: nikmatislam.com

Tags

Terkini

Terpopuler