Dianggap Lebih Ramah Lingkungan, Ini Sejumlah Alasan Pelegalan Jenazah Manusia Jadi Pupuk Kompos di California

- 27 September 2022, 11:15 WIB
Ilustrasi kompos.
Ilustrasi kompos. /Pixabay/jokevanderleij8./

SEPUTARLAMPUNG.COM - Satu lagi terobosan yang dianggap lebih ramah lingkungan dari konsep yang sebelumnya ada. Yakni pengomposan jenazah.

Salah satu negara bagian di Amerika Serikat yang resmi melegalkan undang-undang kebijakan untuk pengomposan dari jenazah manusia adalah California.

Rencananya, setelah Gubernur Gavin Newsom menyatakan setuju, kebijakan ini akan mulai dipraktikkan pada tahun 2027. Bukan hanya California, Vermont juga telah melegalkan praktik yang sama pada Juni 2022.

Kebijakan pengomposan jenazah ini sebenarnya bukanlah kebijakan yang benar-benar baru. Sebelumnya diketahui, kebijakan ini pertama kali dikeluarkan oleh Washington pada 2019, yang kemudian diikuti oleh Colorado dan Oregon pada 2021. 

Baca Juga: Link Live Streaming Indosiar Indonesia vs Curacao Laga ke 2 FIFA Matchday, Selasa 27 September 2022

Kebijakan ini memunculkan sejumlah pro dan kontra. Pihak yang mendukung menyatakan bahwa langkah ini dinilai lebih ramah lingkungan daripada kremasi.

Menurut Becky Little dari National Geographic sebagaimana dikutip dari Pikiran-rakyat.com, proses kremasi yang melibatkan pembakaran, pelarutan melepaskan rata-rata 534,6 pon karbon dioksida ke udara per tubuh, yang berarti sekitar 360.000 metrik ton gas rumah kaca dipancarkan di AS setiap tahun.

Selain itu pemakaman pun menjadi proses yang berbahaya bagi lingkungan, karena terdapat zat kimia dari pembalseman untuk pengawetan jenazah yang larut kedalam tanah. Kira-kira sekitar 5,3 juta galon cairan seperti formaldehida, metanol, dan etanol yang terkubur setiap tahun.

Lalu penggunaan peti mati dan brankas pemakaman juga membutuhkan banyak sumber daya, membutuhkan 30 juta kaki papan kayu dan hampir 2 juta ton beton, baja, dan bahan lainnya setiap tahun, menurut Julia Calderone dari Tech Insider.

Baca Juga: Sudah Cair BSU Tahap 3 2022 ke Rekening BTN, BNI, BRI, Mandiri, dan BSI Jika Ada Notifikasi Ini, Cek Sekarang!

Sementara itu, pihak yang kurang mendukung menyatakan bahwa gagasan tersebut dianggap bahwa orang yang mereka cintai diubah menjadi kotoran.

Konferensi Katolik California menentang undang-undang tersebut, menulis dalam surat bulan Juni bahwa pengomposan manusia ”mengurangi tubuh manusia menjadi sekadar komoditas sekali pakai”, seperti yang dilaporkan oleh Jonah McKeown dari Catholic News Agency.

Hal yang sama juga terjadi di New York, di mana RUU pengomposan manusia telah diusulkan, Konferensi Katolik Negara Bagian New York menyatakan oposisi serupa, menulis bahwa proses tersebut gagal untuk "melindungi dan melestarikan martabat dan rasa hormat dasar manusia."

Lalu, bagaimana sebenarnya proses yang berlangsung sehingga pengomposan jenazah ini dianggap lebih ramah lingkungan dan bisa menjadi solusi bagi masalah lingkungan di kemudian hari?

Proses pengomposan manusia dilakukan dengan cara memasukkan tubuh ke dalam bejana baja, kemudian menutupinya dengan bahan organik seperti jerami, serpihan kayu dan alfalfa.

Baca Juga: Pendataan Non ASN 2022: Ini Alur, Syarat, dan Kriteria Honorer yang Bisa Daftar, Ditutup 30 September 2022

Digunakan mikroba khusus untuk memecah mayat dan materi tanaman yang akan mengubah berbagai komponen menjadi tanah yang kaya nutrisi dalam waktu sekitar 30 hari.

Proses ini dibantu oleh staf di rumah duka khusus pengomposan manusia kemudian mengeluarkan kompos dari wadah dan membiarkannya mengering selama dua hingga enam minggu.

Menurut Recompose setiap tubuh manusia menghasilkan sekitar satu meter kubik kompos, lalu hasilnya dapat digunakan oleh anggota keluarga, seperti dengan mencampurkannya ke dalam petak bunga, atau mereka dapat menyumbangkannya untuk disebarkan di kawasan konservasi.

Menurut pemilik situs web recompose, pengomposan manusia menjadi salah satu solusi untuk mengembalikan nutrisi tanah, memulihkan hutan karena terdapat karbon yang terserap.***

 

Editor: Ririn Handayani


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah