10 Teks Puisi Tema HUT RI ke-77 untuk Referensi Lomba Baca Puisi di Hari Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus

5 Agustus 2022, 16:00 WIB
Ilustrasi Puisi Kemerdekaan HUT RI ke-76: Patriotisme /Pixabay



SEPUTARLAMPUNG.COM – 10 Tulisan puisi tema HUT RI ke-77 untuk referensi lomba baca puisi di Hari Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 2022.

Beberapa puisi yang tersedia di dalam artikel ini diharapkan sebagai pengingat bahwa betapa sulitnya perjuangan para pahlawan terdahulu dan juga sebagai referensi untuk mengikuti lomba baca puisi.

Adanya lomba cipta dan baca puisi di Hari Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 2022, diharapkan dapat menjadi apresiasi untuk seluruh pahlawan yang telah berjasa dalam kemerdekaan negara ini.

Baca Juga: Lowongan Kerja BUMN Terbaru di PT Sucofindo, Banyak Posisi Dibuka, Pendaftaran Terakhir 7 Agustus 2022

Adapun puisi yang tersedia di dalam artikel ini adalah karya W.S. Rendra, Chairil Anwar, dan Taufiq Ismail untuk memperingati hari kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 2022.

Berikut beberapa contoh puisi untuk memperingati HUT RI ke-77 yang diharapakan bisa menjadi referensi lomba puisi antar sekolah, desa, kota, dan sebagainnya, yakni:

Puisi kemerdekaan karya Taufik Ismail

"Larut Malam Suara Sebuah Truk"

Sebuah Lasykar truk
Masuk kota Salatiga
Mereka menyanyikan lagu
'Sudah Bebas Negeri Kita'
Di jalan Tuntang seorang anak kecil
Empat tahun terjaga:
'Ibu, akan pulangkah Bapa,
dan membawakan pestol buat saya?'

"Kita Adalah Pemilik Sah Republik Ini"

Tidak ada pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus
Karena berhenti atau mundur
Berarti hancur
Apakah akan kita jual keyakinan kita
Dalam pengabdian tanpa harga
Akan maukah kita duduk satu meja
Dengan para pembunuh tahun yang lalu
Dalam setiap kalimat yang berakhiran
“Duli Tuanku ?”
Tidak ada lagi pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus
Kita adalah manusia bermata sayu, yang di tepi jalan
Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh
Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara
Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama
Dan bertanya-tanya inikah yang namanya merdeka
Kita yang tidak punya kepentingan dengan seribu slogan
Dan seribu pengeras suara yang hampa suara
Tidak ada lagi pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus.
(1966)

Baca Juga: 15 Ide Lomba 17 Agustus di HUT Kemerdekaan RI ke-77, Kekinian dan Bikin Heboh untuk Segala Usia

"Dengan Puisi Aku"

Dengan puisi aku bernyanyi
Sampai senja umurku nanti
Dengan puisi aku bercinta
Berbaur cakrawala
Dengan puisi aku mengenang
Keabadian Yang Akan Datang
Dengan puisi aku menangis
Jarum waktu bila kejam mengiris
Dengan puisi aku mengutuk
Napas jaman yang busuk
Dengan puisi aku berdoa
Perkenankanlah kiranya

"Sebuah Jaket Berlumur Darah"

Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah pergi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun.
Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja
Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan ’Selamat tinggal perjuangan’
Berikara setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?.

Puisi kemerdekaan karya Chairil Anwar

"Aku"

Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan akan akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi

Baca Juga: 33 Ide Lomba 17 Agustus Seru Kekinian dalam Rangka HUT RI ke-77 untuk Anak-anak, Bapak-bapak, dan Ibu-ibu

"Karawang Bekasi"

Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
Terbayang kami maju dan berdegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa
Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu jiwa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan, dan harapan
Atau tidak untuk apa-apa
Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang-kenanglah kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Syahrir
Kami sekarang mayat
Berilah kami arti
Berjagalah terus di garsi batas pernyataan dan impian
Kenang-kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi
Yang Terampas Dan Yang Terputus

"Derai-Derai Cemara"

Cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam
Aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini
Hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah

Baca Juga: Download 25 Twibbon HUT RI ke 77, Lengkap Template Foto untuk Profil FB WA Twitter pada 17 Agustus 2022

“DI MESJID”

Kuseru saja Dia
Sehingga datang juga
Kamipun bermuka-muka
Seterusnya Ia bernyala-nyala dalam dada
Segala daya memadamkannya
Bersimpuh peluh diri yang tak bisa diperkuda
Ini ruang
Gelanggang kami berperang
Binasa-membinasa
Satu menista lain gila.

"Diponogoro"

Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
“MAJU”
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti
Sudah itu mati.
MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api.
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai
Maju
Serbu
Serang
Terjang

Baca Juga: Teks Doa Upacara Bendera HUT RI ke-77 Lengkap untuk Dibaca pada 17 Agustus 2022

"Gugur oleh W.S. Rendra "

Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Tiada kuasa lagi menegak
Telah ia lepaskan dengan gemilang
pelor terakhir dari bedilnya
Ke dada musuh yang merebut kotanya
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Ia sudah tua
luka-luka di badannya
Bagai harimau tua
susah payah maut menjeratnya
Matanya bagai saga
menatap musuh pergi dari kotanya
Sesudah pertempuran yang gemilang itu
lima pemuda mengangkatnya
di antaranya anaknya
Ia menolak
dan tetap merangkak
menuju kota kesayangannya
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Belum lagi selusin tindak
maut pun menghadangnya
Ketika anaknya memegang tangannya,
ia berkata:
Yang berasal dari tanah
kembali rebah pada tanah.
Dan aku pun berasal dari tanah
tanah Ambarawa yang kucinta
Kita bukanlah anak jadah
Kerna kita punya bumi kecintaan.
Bumi yang menyusui kita
dengan mata airnya.
Bumi kita adalah tempat pautan yang sah.
Bumi kita adalah kehormatan.
Bumi kita adalah juwa dari jiwa.
Ia adalah bumi nenek moyang.
Ia adalah bumi waris yang sekarang.
Ia adalah bumi waris yang akan datang.
Hari pun berangkat malam
Bumi berpeluh dan terbakar
Kerna api menyala di kota Ambarawa
Orang tua itu kembali berkata:
'Lihatlah, hari telah fajar!
Wahai bumi yang indah,
kita akan berpelukan buat selama-lamanya!
Nanti sekali waktu
seorang cucuku
akan menancapkan bajak
di bumi tempatku berkubur
kemudian akan ditanamnya benih
dan tumbuh dengan subur
Maka ia pun berkata: langkah gemburnya tanah di sini!
Hari pun lengkap malam
ketika menutup matanya"
(W.S. Rendra)

Itulah ulasan penting terkait contoh puisi tema HUT RI ke 77, jenjang SD, SMP, SMA, bisa untuk ide lomba Kemerdekaan 17 Agustus 2022.***

Editor: Desy Listhiana Anggraini

Tags

Terkini

Terpopuler