HUT TNI 56 Tahun yang Lalu: 7 Perwira TNI AD dan 1 Polisi Dimakamkan pada 5 Oktober 1965

- 4 Oktober 2021, 19:45 WIB
Monumen Pancasila Sakti.* /cagarbudaya.kemendikbud.go.id
Monumen Pancasila Sakti.* /cagarbudaya.kemendikbud.go.id /

SEPUTARLAMPUNG.COM - Besok, 5 Oktober 2021, lembaga pertahanan Indonesia yakni TNI merayakan hari kelahiran yang ke-76 tahun.

Namun, 5 Oktober juga merupakan hari yang menyimpan sejarah menyakitkan bagi lembaga pertahanan ini.

Pasalnya, tepat 56 tahun yang lalu, pada 5 Oktober 1965, TNI AD harus melepaskan kepergian 7 perwira kebanggaan mereka karena kekejaman penyiksaan para pasukan G30S PKI yang dikomandoi oleh Letkol Untung Syamsuri.

Mereka adalah :

1. Letjen TNI Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi)
2. Mayjen TNI Raden Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD bidang Administrasi)
3. Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III Menteri/Panglima AD bidang Perencanaan dan Pembinaan)
4. Mayjen TNI Siswondo Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD bidang Intelijen)
5. Brigjen TNI Donald Isaac Panjaitan (Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang Logistik)
6. Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat)
7. Lettu CZI. Pierre Andries Tendean (Ajudan Jenderal Abdul Haris Nasution). 

Baca Juga: Berikut Ini adalah Contoh Interaksi Sosial yang Mengarah kepada Persatuan dan Perpecahan

Seperti diketahui, keenam Jenderal TNI AD tersebut dan Letnan Satu Pierre Tendean merupakan korban dari kekejaman gerakan pasukan Letkol Untung pada 1 Oktober 1965.

Tiga di antaranya yakni Ahmad Yani, Panjaitan, dan Harjono dibunuh di tempat. Sedangkan Mayjen. R. Soeprapto, Mayjen. S. Parman, dan Brigjen Sutoyo dibawa ke Lubang Buaya bersama dengan mayat ketiga Jenderal tersebut.

Di sisi lain, Panglima TNI A.H. Nasution yang sebenarnya menjadi target utama dari operasi berdarah ini berhasil meloloskan diri dengan melompat ke Kedutaan Besar Irak.

Namun, nahas, putrinya Ade Irma Nasution tewas tertembak dan ajudannya, Lettu Pierre Andreas Tendean dibawa serta ke Lubang Buaya bersama dengan tiga Jenderal yang masih hidup. 

Baca Juga: Tak Seberuntung Namanya, Ini Potret Akhir Hayat Letkol Untung, Komandan G30S PKI si Penerima Bintang Sakti

Di sana, S. Parman, Soeprapto, dan Sutoyo dipaksa untuk menandatangani menandatangani Dokumen Dewan Jenderal, yang isunya ingin mengkudeta Soekarno.

Tak gentar, para Jenderal dan perwira kebanggaan negeri menolak untuk menandatangani dokumen palsu itu. Membuat mereka harus merenggang nyawa dengan cara yang menyakitkan.

Pierre dan ketiga Jenderal tersebut harus mengalami penyiksaan secara fisik, mulai dari disayat silet, dicongkel matanya, diikat di pohon, dan kemudian ditembak hingga mati.

Jasad mereka kemudian di masukkan ke dalam sebuah sumur tua yang sempit di daerah Lubang Buaya pada 1 Oktober 1965 dan kemudian jasad mereka kembali ditembaki untuk memastikan bahwa ke-7 perwira kebanggaan bangsa ini memang sudah meninggal.

Sumur tua sempit itu berlokasi di Lubang Buaya, Jakarta Timur. Jasad para perwira TNI AD ini pun baru ditemukan pada 3 Oktober 1965. 

Baca Juga: Penyebab Terjadinya G30S PKI, Jumlah Korban, Hingga Kronologi Penumpasannya, Diperingati Tiap 30 September

Diangkat pada 4 Oktober, dan dimakamkan secara layak di Taman Makam Pahlawan Kalibata pada 5 Oktober 1965.

Kini ke-7 perwira yang gugur tersebut dikenal sebagai Pahlawan Revolusi.

Tak hanya ke-7 perwira tersebut yang dimakamkan, seorang polisi, yakni Bripka Karel Sadsuitubun, Pengawal kediaman resmi Wakil Perdana Menteri II dr.J. Leimena, juga ikut dimakamkan bersama dengan ke-7 pahlawan revolusi tersebut karena meninggal pasca berusaha membantu melawan pasukan Cakrabirawa yang mengepung rumah Jenderal A.H Nasution.***

Editor: Nur Faizah Al Bahriyatul Baqir

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah