Waduh, Penegak Hukum Kasus Korupsi di Indonesia Sepanjang 2020 Dapat Nilai 'E' dari ICW, Apa Alasannya?

- 19 April 2021, 15:30 WIB
Indonesia Corruption Watch (ICW
Indonesia Corruption Watch (ICW /https://www.antikorupsi.org/

SEPUTAR LAMPUNG -  Indonesia Corruption Watch (ICW) memberikan nilai 'E' kepada para penegak hukum kasus korupsi di Indonesia sepanjang tahun 2020.

Pemberian nilai buruk ini disampaikan oleh peneliti ICW Wana Alamsyah dalam konferensi pers yang diadakan secara virtual bertajuk "Laporan Hasil Pemantauan Kinerja Penindakan Kasus Korupsi Tahun 2020" di Jakarta, Minggu, 18 April 2021.

Adapun pemberian nilai 'E' itu disematkan kepada Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) dan Kepolisian RI.

Baca Juga: Bocoran River Where The Moon Rises Episode 19 Malam Ini: Tak Lagi Kabur, On Dal Muncul Selamatkan Pyeonggang!

Baca Juga: Waspada! Hati-hati Jangan Sampai Anda Jadi Korbannya, Berikut Isi Pesan 2 Hacker yang Berhasil Tipu Warga AS

Sementara institusi penegak hukum lainnya seperti Kejaksaan Agung mendapatkan nilai 'C'.

Wana Alamsyah mengatakan kinerja penindakan korupsi oleh kedua institusi penegak hukum tersebut dianggap hanya mencapai 20% sepanjang tahun 2020.

"Yang mana peringkat E sangat buruk", ungkapnya.

Baca Juga: Ada-ada Saja, Mengklaim Dirinya Sebagai Nabi Ke-26, Kini Joseph Paul Zhang Jadi Buronan Polisi

Baca Juga: Mencurigakan! Mendadak Kapal Tanker China 'Terpantau' Ada di Perairan Maluku, Ada Keperluan Apa?

Pemberian nilai tersebut didasari oleh analisis informasi yang terdapat di kanal institusi penegak hukum dan media massa dalam periode 1 Januari - 31 Desember 2020.

"Nilai E artinya persentase penanganan perkara yang dilakukan penegak hukum hanyalah 0-20 persen. Pada 2020, hanya ada 444 kasus yang ditangani penegak hukum dibanding dengan target penindakan kasus yaitu 2.225," tambah Wana dikutip Berita DIY dari Antara News.

Berdasarkan penemuan ICW dari 444 kasus korupsi yang masuk dalam tahap penyidikan pada 2020, ada 875 tersangka dengan nilai kerugian negara yang ditimbulkan adalah sebesar Rp18,6 triliun; nilai suap sebesar Rp86,5 miliar; dan pungutan liar senilai Rp5,2 miliar.

Baca Juga: Benarkah Terompet Sangkakala Siap 'Ditiup' oleh Malaikan Israfil? Berikut Bukti dan Penjelasannya

Baca Juga: Nilai Ekspor Tanaman Hias Provinsi Lampung Meningkat Sebesar 757%

Dilansir dari Berita DIY dalam artikel "Mengerikan, ICW Beri Nilai 'E' Penegak Hukum dalam Penindakan Kasus Korupsi Periode 2020", rincian kasus korupsi yang ditangani di antaranya:

  • Kasus baru 374 (84,2 persen)
  • Pengembangan kasus sebanyak 55 (12,4 persen)
  • Operasi Tangkap Tangan (OTT) sebanyak 15 kasus (3,4 persen)

"Penindakan kasus korupsi oleh institusi penegak hukum secara tren cenderung menurun sejak 2015 yaitu ada 550 kasus hingga 2020 yang hanya 444 kasus, padahal nilai kerugian negara yang ditimbulkan akibat korupsi, trennya cenderung meningkat. Hal ini mengindikasikan bahwa pengelolaan anggaran yang dilakukan oleh pemerintah setiap tahun semakin lemah dari segi pengawasan," ungkap Wana.

Baca Juga: Jangan Asal Ceplas Ceplos, Ini 5 Adab Bercanda Menurut Rasulullah, Beserta Hadits dan Terjemahannya

ICW turut menyebut bahwa sampai akhir 2020, Kejaksaan Agung menangani sebanyak 259 kasus korupsi dengan anggaran penanganan kasus mencapai Rp75,3 miliar.

"Kinerja penindakan kasus korupsi oleh Kejaksaan cukup baik dalam aspek kuantitas yaitu sekitar 46 persen atau masuk dalam kategori C atau Cukup," tambah Wana.

ICW mencatat bahwa sebagian besar kasus yang ditangani Kejaksaan Agung merupakan kasus baru, yakni sebanyak 222 kasus; selanjutnya pengembangan kasus sebanyak 34 kasus; dan OTT sebanyak 3 kasus.

Baca Juga: IU dan Lee Joon Gi Berharap Bakal Ada 'Scarlet Heart: Ryeo' Musim Kedua!

"Kejaksaan juga institusi yang paling sering menangani kasus korupsi yang terjadi di BUMN, yakni sebanyak 16 dari 22 kasus yang disidik oleh penegak hukum," ungkap Wana.

Berkenaan dengan profesionalisme penindakan kasus, menurut dugaan ICW terdapat sejumlah kantor Kejaksaan yang tidak menangani kasus korupsi.

"Artinya, Kejaksaan Agung perlu melakukan evaluasi terhadap setiap Kejaksaan yang terbukti tidak bekerja. Kejaksaan Agung pada kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung juga diduga tidak independen dan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan," kata Wana.

Baca Juga: Bacaan Rukyah Al Quran Surat Yunus ayat 79 80 81 82, Lengkap Tulisan Arab, Latin, dan Artinya

ICW lalu menilai kinerja Kepolisian RI pada tahun lalu atau 2020 yang disebut menangani 170 kasus korupsi dengan target penanganan 1.539 kasus pada 2020 dengan anggaran Rp277 miliar.

"Persentase kinerja penindakan kasus korupsi oleh Kepolisian RI sekitar 8 persen atau masuk dalam kategori E atau sangat buruk namun kami tidak ditemukan adanya informasi mengenai penggunaan anggaran penyidikan kasus korupsi," ungkap Wana.

Sebagian besar kasus yang ditangani oleh Kepolisian merupakan kasus baru (151 kasus), pengembangan kasus sebanyak 14 kasus, dan OTT sebanyak 5 kasus.

Baca Juga: Warga Sudah Divaksin, Israel Cabut Syarat Wajib Pakai Masker dan Aktifkan Sekolah, Bagaimana dengan Palestina?

ICW menyebutkan aktor yang paling banyak disidik oleh Kepolsian adalah orang yang memiliki jabatan pada tingkat pelaksana.

Hal tersebut diperparah dengan tidak adanya upaya untuk membongkar kasus pada aktor yang paling strategis.

"Misalnya kami menduga kepolisian memiliki konflik kepentingan pada saat menangani kasus dugaan korupsi penghapusan 'red notice' di Interpol dan tidak jelasnya penanganan kasus korupsi terkait dengan penyelewengan dana COVID-19," tambah Wana.

Baca Juga: 3 Ledakan Hebat yang Tercatat Sejarah pada Tanggal 19 April, Salah Satunya Terjadi di Masjid Istiqlal Jakarta

Sedangkan kinerja penindakan kasus korupsi oleh KPK hanya sekitar 13 persen dari target sebanyak 120 kasus.

"Hal tersebut menunjukkan bahwa kinerja KPK masuk dalam kategori E atau Sangat Buruk," kata Wana.

Sebagian besar penindakan kasus korupsi yang dilakukan oleh KPK merupakan hasil OTT (7 kasus) dan pengembangan (7 kasus), sedangkan kasus yang baru disidik pada 2020 hanya 1 kasus.

Baca Juga: Berfungsi sebagai Seat Belt, Ini Paparan Epidemiolog Mengapa Masih Bisa Terpapar Covid-19 Meski Sudah Vaksin

"Berdasarkan informasi dari situs 'website' KPK terdapat sebanyak 149 kasus korupsi yang disidik antara lain: 115 kasus perkara sisa tahun 2019 (carry over) dan 34 kasus lainnya disidik tahun 2020. Faktanya, ICW mencatat hanya 15 kasus yang disidik dengan tersangka sebanyak 75 orang," ungkap Wana.

Diduga, kasus yang dikembangkan oleh KPK memiliki dua maksud, yakni pertama akan dilanjutkan hingga tahap persidangan dan kedua kasus korupsi berpotensi untuk dihentikan dengan menerbitkan Surat Perintan Penghentian Penyidikan (SP3).

"Contoh kasus yang di-carry over dan di-SP3 adalah kasus dugaan korupsi BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia), ditambah lagi ada dugaan kebocoran surat perintah dalam beberapa kasus yang ditangani oleh KPK sehingga membuka ruang bagi pelaku untuk melarikan diri, menyembunyikan bukti atau potensi intimidasi dan teror terhadap penyidik KPK. Kebocoran ini berpotensi terjadi pada tingkat KPK ataupun Dewan Pengawas," jelas Wana.

Baca Juga: Tahukah Anda, Muhammadiyah 'Dinobatkan' sebagai Ormas Agama Tersukses di Dunia? Ini Kata Pakar Hukum Indonesia

ICW menyebut,  korupsi di sektor pengadaan barang/jasa perlu menjadi perhatian khusus bagi para pemangku kepentingan.

"Sebab setiap proses dalam pengadaan barang/jasa berpotensi menimbulkan kecurangan sehingga berimplikasi pada ruginya negara dan buruknya proyek yang dikerjakan. Pemerintah perlu segera memprioritaskan agenda perampasan aset agar gagasan mengenai pemiskinan koruptor dan pengembalian kerugian negara dapat terealisasi," tegas Wana.***(Adestu Arianto/Berita DIY)

Editor: Nur Faizah Al Bahriyatul Baqir

Sumber: Berita DIY


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah