Profil Lettu Pierre Tendean, Ajudan Jenderal A.H Nasution yang Jadi Korban Salah Sasaran G30S PKI

16 September 2022, 16:20 WIB
Mengenal sosok Pierre Tendean, sang Kapten rendah hati yang jadi Pahlawan Revolusi di G30S PKI /Instagram/@pierresangpatriot

SEPUTARLAMPUNG.COM - Lettu Pierre Tendean merupakan salah satu korban keganasan Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S PKI).

Nyawanya melayang demi menyelamatkan Jenderal A.H Nasution, atasannya.

Seperti diketahui, tragedi G30S PKI menewaskan 7 perwira TNI.

Mereka disiksa, diculik, dan ditembaki peluru panas oleh gerakan yang dipimpin oleh D.N Aidit tersebut.

Baca Juga: Naskah Khutbah Jumat Pilihan Edisi 16 September 2022 dengan Tema Tiga Tips Hidup Nyaman

7 korban yang tewas dalam kejadian nahas ini adalah Letjen. Ahmad Yani, Mayjen. R. Soeprapto, Mayjen. Harjono, Mayjen. S. Parman, Brigjen D.I. Panjaitan dan Brigjen Sutoyo, dan Lettu Pierre Tendean.

Laki-laki bernama lengkap Pierre Andries Tendean ini sebenarnya bukan target dari gerakan yang dikomandani oleh Letkol. Untung dari Komando Balation I resimen Cakrabirawa.

Namun nahas, saat peristiwa G30S PKI, Pierre Tendean sedang berada di rumah atasannya, Panglima Jenderal AH. Nasution, yang menjadi target para pasukan Cakrabirawa.

Saat itu sebenarnya, Pierre sudah bebas tugas dan sedang beristirahat di paviliun yang berada di samping rumah dinas Jenderal Nasution. 

Baca Juga: Info Loker Terbaru September 2022: Kementrian Bidang Perekonomian Buka Loker Untuk S1, Gaji Rp5 Juta

Pierre yang sedang tidur kemudian dibangunkan oleh putri sulung AH. Nasution, yakni Yanti Nasution.

Yanti membangunkan Pierre usai dirinya mendengar suara tembakan dan keributan yang luar biasa. Pierre pun dengan sigap segera berlari ke bagian depan rumah.

Di depan rumah, dia langsung ditangkap oleh gerombolan G30S PKI yang dipimpin oleh Pembantu Letnan Dua (Pelda) Djaharup.

Suasana yang gelap membuat gerombolan G30S PKI tidak dapat melihat dengan jelas wajah Pierre Tendean dan bertanya apakah dirinya adalah A.H. Nasution, tanpa ragu, dia menjawab bahwa dialah Jenderal Nasution, meskipun dirinya tahu apa risikonya.

Tindakan itu dia lakukan agar sang Jenderal bisa selamat. Beruntung, pengorbanan Pierre Tendean tak sia-sia, Jenderal AH. Nasution berhasil menyelamatkan diri dengan lompat ke Kedutaan Besar Irak yang berada di samping rumahnya.

Pierre kemudian dibawa ke Lubang Buaya dan mengalami siksaan di sana bersama tiga Jenderal yang masih hidup yakni Mayjen. R. Soeprapto, Mayjen. S. Parman, dan Brigjen Sutoyo.

Sedangkan, Ahmad Yani, Panjaitan, dan Harjono telah mati dibunuh di tempat.

Baca Juga: Teks Khutbah Jumat Hari Ini, 16 September 2022 Edisi Khusus, Tema: Jemput Kematian dengan 3 Kebaikan Ini

Pada akhirnya Pierre Tendean ditembak mati dan tewas terbunuh oleh kekejaman G30S PKI. Jasadnya dibuang ke sumur tua bersama dengan jasad ke-enam perwira lainnya.

Pierre meninggal pada usia 26 tahun dan baru sekitar 6 bulan 15 hari menjadi ajudan AH. Nasution.

Profil Pierre Tendean

Pierre Tendean adalah anak kedua dari pasangan Dr. A.L Tendean dan Maria Elizabeth Cornet.

Dia lahir di Batavia, 21 Februari 1939. Sejak kecil Pierre sudah tertarik menjadi seorang prajurit. Meskipun orang tuanya berharap dia menjadi Dokter atau Insinyur.

Tekadnya untuk membela negara begitu kuat, ia pun berhasil bergabung dengan Akademi Teknik Angkatan Darat (ATEKAD) di Bandung pada tahun 1958.

Pierre Tendean lulus dari akademi militer pada 1961 dengan pangkat Letnan 2. 

Dia kemudian didapuk menjadi Komandan Pleton Batalyon Zeni Tempur 2 Kodam II/Bukit Barisan di Medan.

Baca Juga: Segera Cek Daftar Penerima PIP 2022 di pip.kemdikbud.go.id pada 16 September 2022, Ada Penerima Baru?

Setahun menjadi Komandan di Bukit Barisan Media, Pierre Tendean kemudian mengikuti pendidikan di sekolah intelijen di Bogor.

Tamat dari pendidikan sekolah intelijen dia kemudian ditugaskan menjadi mata-mata di Malaysia Dinas Pusat Intelijen Angkatan Darat (DIPIAD).

Pierre Tendean,bertugas memimpin sekelompok relawan di beberapa daerah untuk menyusup ke Malaysia.

Tepat pada 15 April 1965, Pierre Tendean dipromosikan menjadi letnan satu dan kemudian dia ditugaskan menjadi Ajudan Jenderal Besar TNI Abdul Haris (AH) Nasution menggantikan Kapten Kav Adolf Gustaf Manullang, ajudan Pak Nas, yang gugur dalam misi perdamaian di Kongo Afrika pada 1963.

Gagal menikah

Kematian Pierre akibat G30S PKI tidak hanya meninggalkan luka yang mendalam bagi kedua orang tuanya, namun juga mematahkan hati Rukmini, putri sulung keluarga Chaimin di Medan, Sumatera Utara.

Rukmini telah dilamar Pierre pada 31 Juli 1965 di Medan. Mereka sepakat akan menikah pada November 1965. 

Bahkan sebelum peristiwa nahas yang merenggut nyawanya tersebut, Pierre pada 30 September sore sempat melihat paviliun yang dikontrakkan di sekitar Menteng, Jakarta Pusat.

Baca Juga: Daftar 10 SMA/SMK Terbaik di Bali Versi LTMPT 2022 dari Hasil Nilai UTBK, Lengkap dengan Nilai Skor, NPSN

Rumah yang diharapkannya bisa menjadi tempat tinggalnya bersama dengan Rukmini pasca mereka resmi menikah.

Namun, tragedi G30S PKI tak hanya merenggut nyawa Pierre Tendean. Peristiwa berdarah ini juga mematahkan rencana pernikahan keduanya yang akan berlangsung dua bulan kemudian.

Naik Pangkat

Setelah kematiannya, Pierre Tendean dipromosikan menjadi Kapten Anumerta.

Dia dimakamkan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata dan bersama enam perwira korban G30S PKI lainnya.

Pierre Tendean juga ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi Indonesia pada 5 Oktober 1965.***

Editor: Nur Faizah Al Bahriyatul Baqir

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler