Maka sebagai seorang muslim yang baik, kita harus menjadikan hari kemarin sebagai modal, apa yang telah lewat sebagai bekal. Sebagaimana perintah Allah dalam surat al Hashr ayat 18:
يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِما تَعْمَلُونَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kamu kepada allah dan hendaknya diri manusia itu melihat apa-apa yang telah lewat, yang telah dia kerjakan untuk bekal hari esok dan bertakwalah kamu kepada allah sesungguhnya allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS al Hashr: 18)
Kalau di zaman Rasulullah hijrah itu secara fisik dan jasmani, tetapi pada zaman seperti sekarang ini tentu bukan hanya sekedar hijrah fisik tetapi juga hijrah atau evolusi ruhani, nonfisik, moral, karakter dari sifat-sifat yang tidak baik menjadi sifat yang baik, dari korup menjadi amanah, dari kebohongan menjadi kejujuran.
Jamaah jumah rahimakumullah
Mungkin ini yang jauh diperlukan di jaman seperti ini, Rasulullah bersabda:
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ، وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَاجَرَ مَا نَهَى الله عَنْهُ
Artinya: “Seorang muslim yang baik adalah orang yang mampu menjaga lisan dan tangannya demi menjaga keselamatan saudaranya muslim yang lain. Dan orang yang berhijrah adalah orang yang menghindari dari apa-apa yang dilarang Allah SWT.”
Jadi, hijrah itu tidak hanya secara fisik, mungkin banyak orang yang sanggup menempuh dan melangkahkan kaki puluhan,ratusan, atau bahkan ribuan kilometer. Mengeluarkan biaya yang banyak untuk sekedar bersenang-senang, ke eropa, ke asia tetapi ketika kembali rasanya untuk melangkahkan kaki untuk ke masjid yang jaraknya hanya 10 atau 20 meter betapa berat rasa kaki ini, padahal sesungguhnya ke masjid lah kita berhijrah.