Hadits di atas mengisyaratkan kepada kita bahwa siapa yang bangkit dan beribadah pada waktu di mana kebanyakan manusia lalai, maka dia akan mendapatkan keutamaan di sisi Allah Subahanahu wa Ta’ala. Bukankah ketika Nabi shallallahu alaihi wasallam menyebutkan akan terjadinya fitnah di tengah-tengah kaum muslmin, terjadi pertempuran, pertengkaran dan seterusnya maka pada saat itu manusia akan disibukkan dengan fitnah-fitnah yang terjadi di tengah-tengah mereka, maka Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
العِبَادَةُ فِي الهَرْجِ كَهِجْرَةِ إلَيَّ
“Ibadah pada zaman al-harj seperti hijrah kepadaku.” (HR Muslim dan Ibnu Majah).
Bukankah Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wasallam mengatakan,
طُوبَى لِلْغُرَبَاءِ فَقِيلَ مَنِ الْغُرَبَاءُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أُنَاسٌ صَالِحُونَ فِى أُنَاسِ سَوْءٍ كَثِيرٍ مَنْ يَعْصِيهِمْ أَكْثَرُ مِمَّنْ يُطِيعُهُمْ
“Beruntunglah orang-orang yang terasing.” Lalu ada yang bertanya, “Siapa orang yang terasing itu wahai, Rasulullah?” Jawab beliau, “Orang-orang yang shalih yang berada di tengah banyaknya orang-orang yang jelek. Orang yang mendurhakainya lebih banyak daripada yang menaatinya.” (HR. Ahmad).
Maka mari kita memanfaatkan waktu ini untuk memperbanyak ibadah utamanya ibadah puasa. Aisyah radhiyallahu ‘anha ketika ditanya bagaimana puasa Nabi shallallahu alaihi wasallam pada bulan Sya’ban? Beliau mengatakan,
لَمْ يَكُنِ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah berpuasa dalam satu bulan lebih banyak dari bulan Sya’ban. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).