وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), kecuali sebagai rahmat bagai seluruh alam. (Q.S. Al-Anbiya’: 107)
Muhammad adalah hamba Allah dan Rasul-Nya. Beliau merupakan sebaik-baik putra Adam. Yang kelak akan diberi panji-panji kemuliaan dan telaga Kaustar. Karena itu, kita sebagai umat Islam wajib mencintai beliau lebih besar daripada cinta kita kepada anak, harta, dan orang tua kita.
عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ، حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ»
Dari Anas, rasul berkata: “Tidak (sempurna) beriman di antara kalian hingga mencintai aku melebihi diri kalian sendiri, anak, orang tua, dan seluruh manusia”.
Ditambah hadits di bawah ini:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سُلَيْمَانَ، قَالَ: حَدَّثَنِي ابْنُ وَهْبٍ، قَالَ: أَخْبَرَنِي حَيْوَةُ، قَالَ: حَدَّثَنِي أَبُو عَقِيلٍ زُهْرَةُ بْنُ مَعْبَدٍ، أَنَّهُ سَمِعَ جَدَّهُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ هِشَامٍ، قَالَ: كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ آخِذٌ بِيَدِ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ، فَقَالَ لَهُ عُمَرُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، لَأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ إِلَّا مِنْ نَفْسِي، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لاَ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ» فَقَالَ لَهُ عُمَرُ: فَإِنَّهُ الآنَ، وَاللَّهِ، لَأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِي، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الآنَ يَا عُمَرُ
Dari Yahya ibn Sulaiman, dari Ibn Wahab, dari Haiwah, dari ayahnya ‘Uqail (Zuhrah ibn Ma’bad), ia mendengar dari kakeknya (Abdullah ibn Hisyam), kakeknya berkata : kita bersama Nabi, dan beliau sedang memegang tangan Umar ibn Khattab. Kemudian Umar berkata kepada nabi: “Ya Rasulallah. Saya mencintai anda melebihi apapun, kecuali diri saya sendiri”. Nabi pun menanggapi: “Demi Allah, Belum. Sampai aku engkau cintai melebihi dirimu sendiri”. Umar menyahuti: “Demi Allah, sekarang saya mencintai anda melebihi diri saya sendiri”. Rasul berkata kepadanya: “Umar, sekarang lengkap imanmu”.
Dengan demikian, nilai iman kita tergantung cinta kita kepada Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam. Karena dengan mencintai Rasulullah berarti kita juga telah mencintai Allah subhanahu wa ta’ala. Allah berfirman :