Dengan semburat sinar sang surya yang berpijar di tengah petala langit, manusia saling seronok menjalani hidup di bumi.
Menjalaninya dengan penuh semangat dan senantiasa menengadahkan tangan untuk mensyukuri seraya memancarkan secercah cahaya optimisme di dalam jiwa.
Manusia bukanlah sosok yang gagah perkasa, melainkan sosok lemah (dha’if) yang senantiasa berusaha berbuat bajik untuk tampil sebagai manusia paripurna (insan kamil) di muka bumi.
Kemampuan manusia berbuat bajik menjadi titik temu perenungan yang kaya akan pengajaran. Di sepanjang sajadah panjang kehidupan ini, kita acap kali sering menemukan beragama kisah-kisah klasik dengan kandungan hikmah begitu tinggi.
Kisah yang memberikan kesadaran diri hal ihwal berbuat bajik sekaligus penggunaannya harus dilakukan apapun kondisi kehidupan yang tengah terjadi.
Menyemai kebajikan merupakan tindakan luhur. Selaras dengan bianglala hidup bersama, semua manusia harus dapat saling menebar energi positif.
Yakni saling mengasihi, bersatu dan berbagi tanpa memandang lintas perbedaan agama, suku bangsa, budaya, ras, dan golongan. Kita harus memikirkan diri menembus langit makrifat sebagai pemancar obor kecerahan bagi kehidupan.
Dalam bingkai kehidupan, kiprah menyemai kebajikan menghadirkan energi pembaruan. Antara manusia satu dengan lainnya saling merasakan vibrasi kemaslahatan dari peran yang dilakukan (simbiosis mutualisme).
Tampak jelas, kemampuan menyemai kebajikan manusia jadi kekuatan besar dalam menghadirkan transformasi kehidupan ke arah yang lebih baik. Tanpa kesanggupan diri, hatta musykillah jiwa dapat berkiprah pada aspek kemuliaan ini.
Saudara-Saudara yang Budiman
Pengembaraan menyemai kebajikan memang tak menentu menemukan keberhasilan. Suka dan duka selalu menghiasi di dalam lintasan kehidupan. Kita memang tidak bisa mengubah arah mata angin, namun masih tetap bisa berjalan menuju tujuan hakiki.
Kalau ingin tampil sebagai manusia berbudi yang eksis dalam menyemai kebaikan, bersiaplah menahan diri dari terjangan prahara dari segala penjuru arah.