Untuk urusan makan dan minum, sejatinya yang benar-benar kita butuhkan jauh dari yang selama ini kita makan. Dan tentunya jauh dari apa yang selama ini kita olah atau kita beli.
Buktinya, setiap hari kita membuang atau paling kurang terpaksa menyingkirkan banyak makanan hingga akhirnya rusak atau basi.
Andai kita semua mengindahkan teladan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam urusan makan dan minum, niscaya kita semua menjadi orang-orang yang bertakwa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرَّا مِنْ بَطْنٍ بِحَسْب ابْنِ آدَمَ أُكُلَاتٌ يَقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ كَانَ لَا مَحَالَةَ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ
“Tidaklah ada kantung yang lebih buruk untuk engkau penuhi dibandingkan perutmu sendiri. Sejatinya engkau cukup memakan beberapa suap makanan yang dapat menegakkan tulang rusukmu. Andai engkau tetap ingin makan lebih banyak, maka cukuplah engkau memenuhi sepertiga perutmu dengan makanan, sepertiga lagi untuk minuman, dan sepertiga sisanya untuk ruang pernafasanmu.” (HR. at-Tirmidzi dan lainnya).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan bahwa dalam urusan makan, kita dihadapkan kepada tiga hal:
1. Ambisi.
2. Kemampuan memakan atau memiliki.
3. Kebutuhan yang sejati.
Hadits ini mengajarkan kepada kita agar dalam urusan makan dan minum kita mengikuti standar kebutuhan dan tidak menuruti kemampuan apalagi ambisi.