Baca Juga: Siap Bertugas, Tujuh Kepala Daerah Terpilih Pemenang Pilkada Lampung 2020 Resmi Dilantik Hari Ini
Upaya China itu pun mendapat halangan setelah pejabat keamanan nasional Amerika Serikat mendesak negara-negara bagian menolak tawaran tersebut.
Pihak AS merasa khawatir tentang bagaimana China mungkin menggunakan data pribadi yang dikumpulkan, apalagi tentang orang Amerika.
“Kami benar-benar menjangkau mitra kami dan komunias untuk memastikan orang-orang sadar bahwa orang China melakukan tes ini, memberi tahu mereka tentang risikonya dan benar-benar meminta mereka untuk tidak mengikuti tes ini,” kata Mike Orlando, pimpinan Pusat Kontra Intelijen dan Keamanan Nasional AS, bagian dari Kantor Direktur Intelijen Nasional.
Orlando mengungkapkan bahwa sejumlah pihak menolak tawaran China setelah ada desakan dari AS.
Beijing Genomic Institute, pemain global di dunia penelitian genomik, dilaporkan telah mendirikan laboratorium setidaknya di 18 negara, dan menyediakan alat penguji Covid-19 ke 180 negara, termasuk AS.
Perusahaan bioteknologi di China, As dan negara-negara lain secara rutin mengumpulkan DNA dan menggunakannya untuk membantu memandu pengembangan obat-obatan mutakhir yang bermanfaat bagi dunia.
Dilansir dari Pikiran Rakyat dalam artikel 'Kembangkan Pabrik Vaksin di Banyak Negara, China Dituding Kumpulkan DNA untuk Memata-matai Publik', BGI China mengklaim pihaknya telah mematuhi semua hukum di negara tempat beroperasi.
Namun, kelompok hak asasi manusia mengatakan pemerintah China telah menggunakan tes DNA untuk tujuan keamanan, seperti mengidentifikasi dan melacak Muslim Uighur, etnis dan agama minoritas yang anggotanya ditahan di kamp penahanan, di China Barat.