اَيُ النَاسِ أَشَدُّ بَلاَءً ؟
“Siapa manusia yang paling berat cobaannya?”
Baginda menjawab,
الأَنْبِيَاءُ, ثٌمَّ اللأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ
“Yang paling ujiannya adalah para nabi, kemudian yang semisalnya.”
Semisalnya yang dimaksud di sini adalah para sahabat, para tabi’in, para wali, para ulama’. Merekalah yang ujiannya berat.
Ketika ujian yang diberikan berupa keburukan, maka tujuannya tak lain untuk mengukur seberapa jauh ketakwaan sesorang, hingga timbul kesabaran darinya.
Sebagaimana yang dicontohkan Nabi Ayyub. Beliau diberi cobaan yang sangat berat, hingga kehilangan harta kehilangan keluarga, kolega, teman, dan sahabat. Akan tetapi cobaan itu tidak menyurutkan sedikitpun rasa syukurnya kepada Allah. Akhirnya dengan kesabaran dan rasa syukur inilah, semua yang dimiliki nabi Ayyub dikembalikan seperti sedia kala.
Yang kedua, adakalanya ujian yang diberikan oleh Allah itu berupa خَيْرٌ (kebaikan). Bisa jadi berupa harta, tahta, kekuasaan, dan jabatan. Fungsinya tak ayal untuk mengukur seberapa besar rasa syukur kita. Sampai dimana rasa syukur dan amanah kita kepada Allah. Apakah ketika diberi harta dan kekuasaan bertambah adil dan amanah ? Atau justru semakin menyeleweng?