اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰۤىِٕكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّۗ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
Inna allaaha wamalaa-ikatahu yushalluuna ‘alaa alnnabiyyi yaa ayyuhaa alladziina aamanuu shalluu ‘alayhi wasallimuu tasliimaan.
Artinya: Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersholawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman. Bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya. (QS. Al Ahzab: 56)
Untuk diketahui, peringatan Maulid Nabi ini baru diadakan pertama kali ratusan tahun setelah Nabi Muhammad SAW wafat, yakni pada abad ke-7 hijriah di wilayah Irak sekarang atas perintah Raja Irbil bernama Muzhaffaruddin Al-Kaukabri.
Dalam peringatan tersebut, Sultan Al-Muzhaffar mengundang seluruh rakyatnya dan seluruh ulama dari berbagai disiplin ilmu, baik ulama dalam bidang ilmu Fiqh, ulama Hadits, ulama dalam bidang ilmu kalam, ulama usul, para ahli tasawuf, dan lainnya.
Ribuan kambing dan unta disembelih untuk hidangan para hadirin yang akan hadir dalam perayaan Maulid Nabi tersebut.
Meski tidak ada perintah yang tegas, peringatan maulid Nabi juga tidak ada larangan yang jelas.
Sesuatu yang tidak ada perintah sekaligus tidak ada larangan boleh dilakukan. Hal ini dalam hukum Islam disebut mubah.
Sesuatu yang mubah akan mendapatkan pahala apabila ada niat dan tujuan yang baik (ibadah), dilakukan dengan cara yang baik dan terbukti menghasilkan sesuatu yang baik.